Jumat 23 Sep 2022 17:33 WIB

PII Imbau Dunia Selamatkan Uighur

PII mengkritisi laporan PBB yang tidak menyebutkan kata genosida

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Save Uyghur mengenakan topeng saat aksi solidaritas terhadap muslim Uighur di Taman Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (4/1/2022). Mereka meminta pemerintah Indonesia untuk berbicara menentang genosida yang terjadi pada muslim Uighur di Xinjiang, memboikot Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing serta menghentikan deportasi terhadap pencari suaka Uighur kembali ke Tiongkok.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Save Uyghur mengenakan topeng saat aksi solidaritas terhadap muslim Uighur di Taman Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (4/1/2022). Mereka meminta pemerintah Indonesia untuk berbicara menentang genosida yang terjadi pada muslim Uighur di Xinjiang, memboikot Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing serta menghentikan deportasi terhadap pencari suaka Uighur kembali ke Tiongkok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Pimpinan Pusat Pelajar Islam Indonesia (DPP PII) mengimbau seluruh negara  khususnya Indonesia untuk terus memperjuangkan keselamatan jiwa-raga serta hak-hak Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya yang kondisinya terdokumentasi dari laporan yang hilang maupun laporan sebelumnya.

“Berbagai upaya China menutup-nutupi fakta dugaan kejahatan kemanusiaan terhadap muslim Uighur di Xinjiang, pasti diketahui masyarakat dunia,” kata Wakil Bendahara Umum DPP PII, Furqan Raka lewat keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).

Menurut Furqan, drama playing victim yang dilakukan China dengan menyebut PBB bisa mencoreng dan memfitnah China serta mencampuri urusan dalam negeri Beijing, justru menjadi bahan tertawaan dunia. Sebelumnya, diketahui Duta besar Amerika Serikat untuk China, Nicholas Burns, men -tweet upayanya untuk membagikan dokumen PBB dengan warga negara China, telah diblokir oleh pemerintah komunis tersebut.

Laporan PBB itu sendiri juga diduga memuat bukti Partai Komunis China menggabungkan apa yang mungkin ditafsirkan sebagai masalah pilihan pribadi dalam kaitannya dengan praktik keagamaan dengan ekstremisme, dimana ekstremisme acap kali dikaitkan dengan fenomena terorisme.  Menurut dia, ini yang  kemudian digunakan China secara signifikan untuk memperluas jangkauan perilaku kekerasan tehadap Muslim Uighur yang menjadi target tujuan atau dalih kontra-terorisme.

Bukti perilaku itu dirinci dan terdokumentasi dengan baik dalam laporan PBB yang diduga kuat dilenyapkan oleh otoritas China. Laporan tersebut juga digambarkan sebagai tuduhan penyiksaan, termasuk pemerkosaan dan kekerasan seksual, diskriminasi, penahanan massal, kerja paksa, dan pengawasan luas

“Upaya Nicholas Burns ternyata mendapat respons luar biasa dari pemerintahnya (AS), dimana Menteri Luar Negeri, Antony Blinken, mengatakan laporan tersebut menggambarkan perlakuan mengerikan yang dilakukan China terhadap kelompok etnis dan agama minoritas,” tutur Furqan.

Kepada wartawan, Blinken mengatakan laporan ini memperdalam dan menegaskan kembali keprihatinan serius pihak Amerika Serikat mengenai genosida yang sedang berlangsung. Selain itu, ada kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan otoritas pemerintah RRC terhadap warga Uighur, yang mayoritas Muslim, dan anggota kelompok etnis dan agama minoritas lainnya di Xinjiang.

“Kami menduga Presiden Tiongkok Xi JinPing gusar dengan beredarnya laporan PBB tersebut, karena bocornya loporan ini berdekatan dengan hari penobatan dirinya sebagai pemimpin besar seumur hidup, 16 Oktober nanti,” ungkap Furqan.

Di sisi lain, DPP PII mengkritisi laporan PBB terkait dugaan pelanggaran berat HAM China yang tidak menyertakan kata genosida meski banyak bukti dan fakta yang menjurus kesana. Laporan PBB ini ditulis oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Michelle Bachelet, beberapa menit sebelum masa pensiunnya, 

“Boleh-boleh saja tidak ada kata genosida, namun kata-kata atau kalimat ‘penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap anggota Uighur serta kelompok mayoritas muslim lainnya’ dalam laporan PBB, adalah fakta sesungguhnya adanya genosida,” ujar Furqan.

Sebuah laporan PBB menyatakan otoritas China bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius di provinsi Xinjiang.  Akibatnya, warga China hampir tidak pernah melihat laporan baru PBB yang memberatkan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis.

photo
Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) saat kunjungannya ke Urumqi, Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, Juni 2022. - (Saudi Gazette)

Laporan itu mengatakan bahwa tuduhan pola penyiksaan, atau perlakuan buruk, termasuk perawatan medis paksa dan kondisi penahanan yang merugikan, dapat dipercaya. Tuduhan ini juga termasuk insiden individu kekerasan seksual dan berbasis gender.

Laporan itu sendiri sempat beredar pada situs media sosial seperti WeChat dan Weibo. Saat ini, peredaran tersebut tengah dipantau secara ketat untuk setiap referensi ke dokumen setebal 46 halaman yang membahas pelanggaran hak asasi manusia yang serius di provinsi barat Xinjiang dan Tibet, oleh pemerintah China.

Akibatnya, bukan hanya masyarakat dunia namun juga warga China hampir tidak pernah melihat laporan baru PBB, yang memberatkan tentang pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang. Seorang utusan China untuk PBB telah memperingatkan negara-negara barat dan sekutunya bahwa Beijing siap untuk "bertarung" di tengah meningkatnya tekanan untuk tindakan global terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Ancaman tersebut menyusul rilis laporan oleh kantor komisaris tinggi hak asasi manusia PBB yang menemukan bahwa pemerintah kemungkinan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan pelanggarannya terhadap Uighur dan Muslim Turki lainnya di Xinjiang.

Seorang juru bicara pemerintah Xinjiang, Xu Guixiang, memimpin delegasi China ke Jenewa, di mana dewan 47 negara anggota – termasuk China dan AS – akan bertemu, di bawah tekanan untuk mengambil tindakan substantif atas laporan tersebut. Beijing telah membantah keras tuduhan itu dan menolak rencana apa pun untuk apa yang disebutnya sebagai "campur tangan eksternal".

“Jika beberapa kekuatan di komunitas internasional – atau bahkan pasukan anti-China – membuat apa yang disebut 'gerakan terkait Xinjiang' atau yang disebut 'resolusi', kami tidak akan takut," kata Xu. “Kami akan mengambil tindakan balasan dengan tegas dan bertarung.”

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement