REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar APBN betul-betul dikelola secara hati-hati. Sehingga, fiskal yang dimiliki pemerintah diharapkan dapat digunakan secara berkelanjutan untuk menghadapi situasi dunia tahun depan yang diprediksi gelap.
"Saya selalu sampaikan kepada Bu Menteri, Bu Menteri, kita ini memiliki amunisi. Saya minta betul-betul dijaga hati-hati, bijaksana betul dalam menggunakan setiap rupiah yang kita miliki, tidak jor-joran, dan betul-betul harus dijaga. Tidak boleh kita hanya berpikir uang itu hanya untuk hari ini atau tahun ini. Tahun depan seperti apa?" kata Jokowi di acara (UOB) Economic Outlook 2023, Kamis (29/9/2022).
Jokowi menyampaikan, para pengamat internasional memprediksi kondisi tahun depan akan lebih gelap dibandingkan tahun ini. "Tapi, kalau kita punya persiapan amunisi, ini akan berbeda, sehingga betul-betul APBN kita APBN yang berkelanjutan," kata dia.
Jokowi mengatakan, saat ini dunia berada pada ketidakpastian yang tinggi karena berbagai masalah yang terjadi, mulai dari pandemi yang belum usai hingga perang di Ukraina yang diperkirakan belum akan berakhir dalam waktu dekat. Karena itu, Jokowi menekankan pentingnya Indonesia memiliki ketahanan anggaran yang panjang.
"Perang (Rusia-Ukraina) tidak akan berhenti besok, bulan depan, atau tahun depan. Artinya, enggak jelas, sehingga yang kita perlukan, negara kita memerlukan sebuah endurance yang panjang," ujar Jokowi.
Jokowi pun mengingatkan Menteri Keuangan berhati-hati dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia meminta agar APBN digunakan untuk hal yang produktif dan memberikan imbal hasil yang jelas.
"Saya selalu sampaikan ke bu Menteri Keuangan. Bu, kalau punya uang kita, di APBN kita, dieman-eman, dijaga, hati-hati mengeluarkannya. Harus produktif, harus memunculkan return yang jelas. Karena kita tahu sekali lagi, hampir semua negara tumbuh melemah, terkontraksi ekonominya," jelasnya.
Selain itu, saat ini semua negara juga tengah menyelesaikan masalah inflasi yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa. Jokowi menilai, inflasi Indonesia masih cukup terkendali di angka 4,6 persen yang dinilainya masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain.
Menurut dia, terkendalinya inflasi tersebut antara lain disebabkan oleh keharmonisan hubungan antara otoritas pemegang fiskal (Menteri Keuangan) dengan bank sentral (Bank Indonesia) yang berjalan beriringan, rukun, dan sinkron.
"Coba bandingkan dengan negara yang lain, otoritas moneter dan otoritas fiskal, bank sentralnya naikin bunga, menteri keuangannya naikkan defisit. Naikkan defisit itu artinya menggrojokkan uang lebih banyak ke pasar," kata Jokowi.
"Artinya ya menaikkan inflasi. Yang satu ngerem inflasi, yang satu menggrojokkan inflasi. Di sini yang beda di situ, karena BI dan Kementerian Keuangan berjalan beriringan, rukun, sinkron, konsolidatif. APBN-nya konsolidatif, APBN-nya menyehatkan, berani memutuskan," ujarnya.