Rabu 05 Oct 2022 19:17 WIB

Kemenkes Mendeteksi 4.304 Orang dengan Gangguan Jiwa Dipasung

Hingga saat ini jumlah ODGJ di Indonesia berkisar 500 ribu orang.

Red: Nidia Zuraya
Petugas mengevakuasi sejumlah pasien ODGJ yang dipasung oleh keluarganya. ilustrasi
Foto: Republika/Bayu Adji P
Petugas mengevakuasi sejumlah pasien ODGJ yang dipasung oleh keluarganya. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Vensya Sitohang mengatakan sebanyak 4.304 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Indonesia terdeteksi menjalani hidup dengan cara dipasung. Ini data hingga triwulan II 2022.

"Untuk pasung, angkanya cukup tinggi. Pada 2020 cukup turun rendah, karena fokus kan Covid-19, karena mungkin pendataan surveilansdi puskesmas beralih ke Covid-19," katanya dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2022 di Jakarta, Rabu (5/10/2022).

Baca Juga

Berdasarkan data Kemenkes jumlah ODGJ yang menjalani pasung pada 2019 mencapai 4.989 orang, 2020 sebanyak 6.452 orang, 2021 sebanyak 2.332 orang, dan triwulan II 2022 mencapai 4.304 orang. Ia mengatakan upaya pihaknya dalam membebaskan ODGJ ditempuh dengan melibatkan organisasi profesi terkait melalui pendekatan edukasi kepada keluarga maupun masyarakat sekitar.

"Edukasi yang kami sampaikan bahwa ODGJ harus disembuhkan dan dibawa ke fasilitas kesehatan. Misalnya saja memikirkan masalah pasung itu sebenarnya masalah sosial sehingga harus diajari oleh petugas Puskesmas, RT/RW harus paham agar ODGJ dibawa ke rumah sakit," katanya.

Hingga saat ini jumlah ODGJ di Indonesia berkisar 500 ribu orang, paling tinggi berada di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, seringkali ODGJ yang berhasil dibebaskan dari pasung, kembali dipasung ulang setelah menjalani perawatan.

"Sebabnya, setelah kondisi membaik karena rutin meminum obat dan terapi dianggap sudah tidak perlu lagi meminum obat. Seringkali juga terjadi pemasungan ulang yang dialami para ODGJ," katanya.

Ia menambahkan pengobatan dan terapi harus berkelanjutan. "Bila putus obat, akan terjadi lagi pasung berulang karena pasien kembali mengalami depresi," ujar Vensya Sitohang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement