REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Menteri Senior Taiwan memperkirakan China akan meningkatkan tekanan dan intimidasi untuk menguasai pulau itu ketika Presiden Xi Jinping memasuki masa jabatan yang ketiga. Perombakan kepemimpinan Beijing akan digelar dalam kongres Partai Komunis yang dimulai 16 Oktober mendatang. Xi mematahkan tradisi dengan melanjutkan masa jabatan yang ketiga.
China memandang Taiwan yang dikelola dengan demokratis bagian dari wilayahnya. Beijing meningkatkan tekanan politik dan militer untuk menegaskan kedaulatannya termasuk menggelar latihan militer dekat pulau itu sejak Agustus lalu setelah kunjungan ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi.
Di depan anggota parlemen Taiwan, ketua pengambil kebijakan urusan Taiwan-China, Chiu Tai-san mengatakan Xi akan mengkonsolidasikan kekuasaannya di kongres partai.
"Setelah itu, kekuatan partai Komunis China berkembang secara bertahap, sambil promosi proses reunifikasi dalam strategi pengembangannya terus di tekanan," kata Chiu, Kamis (6/10/2022).
"Kami yakin kerja pihak berwenang Beijing pada Taiwan memasuki tahapan praktik penguatan yang disebut 'anti-kemerdekaan dan promosi reunifikasi'," tambahnya. Chiu mengatakan China akan melakukan dengan "koersi dan intimidasi" dan aktivitas di "zona abu-abu".
"(Dan dengan hukum internasional untuk) mengintervensi dan menghalangi interaksi dan kerjasama Taiwan dengan masyarakat internasional untuk mencapai tujuannya pada Taiwan," kata Chiu.
Dalam sesi paralel di parlemen, Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan Cheng Ming-tong mengatakan Xi menggunakan Taiwan sebagai cara untuk mempertahankan kekuasaannya.
"Posisinya dalam isu Taiwan tidak dapat diteruskan ke generasi selanjutnya lagi, sehingga ia menggunakan masalah Taiwan sebagai alasan untuk memperpanjang masa jabatannya," kata Cheng.
"Hasilnya tidak dapat melakukan apa-apa pada Taiwan, tapi bila ia mengatasi masalah Taiwan maka ia tidak memiliki alasan untuk masa jabatan selanjutnya," tambahnya.
Maka, lanjut Cheng, Taiwan harus bersiap agar China "membayar harga mahal" bila menyerang pulau itu. Termasuk konsekuensi pada ekonomi dan hubungan internasionalnya.
China tidak pernah mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menegaskan kedaulatannya pada Taiwan. Tapi juga berjanji berusaha menggunakan cara damai dalam upaya "reunifikasi" dengan Taiwan dalam model "satu negara, dua sistem."
Semua partai politik arus utama Taiwan menolak usulan Beijing itu. Jajak pendapat juga menemukan hampir tidak ada warga Taiwan yang mendukung proposal tersebut.
Kantor pemerintah China untuk urusan Taiwan tidak menjawab panggilan telepon untuk permintaan komentar. China sedang merayakan hari libur nasional.
China menolak berbicara dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang terpilih kembali dalam pemilihan 2020 lalu. Beijing menganggap pemimpin yang berjanji melawan China itu sebagai separatis. Tsai berulang kali menawarkan pembicaraan berdasarkan sikap saling menghormati dan setara.