REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Sugi Purnoto mengatakan Jalan Tol Cibitung-Cilincing (JTCC) tidak memiliki daya tarik bagi para pelaku industri logistik. Sugi menyampaikan ruas tol milik salah satu subholding Pelindo memiliki panjang ruas mencapai 34.38 km, meliputi Seksi 1 Cibitung-Telaga Asih sepanjang 2.6 km, Seksi 2 Telaga Asih-Gabus sepanjang 10,15 km, Seksi 3 Gabus-Tarumajaya sepanjang 14,35 km, dan Seksi 4 Tarumajaya-Cilincing sepanjang 7,28 km.
Dari keempat seksi, baru tiga seksi yang telah dioperasikan, termasuk seksi 2 dan 3 yang resmi beroperasi pada 20 September 2022. Sementara seksi 4 ditargetkan rampung pada November mendatang. "Tujuan jalan tol itu untuk mempercepat arus logistik. Kalau dilihat, JTCC ini dibandingkan tol Jakarta-Cikampek dan tol JORR, ada kekurangannya," ujar Sugi saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, akhir pekan ini.
Pria yang menjabat sebagai Dewan Pakar DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) itu menyebut penyelesaian JTCC secara menyeluruh hingga seksi 4 tidak memberikan solusi bagi para pelaku industri logistik lantaran belum benar-benar tersambung dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Sugi mengatakan industri logistik masih harus menghadapi kemacetan di jalan raya Marunda sebelum sampai di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini berbeda dengan tol JORR Cikampek-Rorotan yang memiliki akses lebih baik lantaran keluar tepat di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Apalagi ini baru sampai seksi 3. Siapa yang mau lewat situ karena masih jauh ke pelabuhan dan biangnya macet, keluarnya jalannya kecil, kalau semua kontainer keluar bersamaan bisa tidak gerak, ini harus dipikirkan juga aksesnya. Justru kalau mau dibuka, langsung sampai ke Pelabuhan Tanjung Priok kan kontainer ini pada mau ke pelabuhan," ucap Sugi.
Persoalan lain, lanjut Sugi, terletak pada tarif JTCC yang jauh lebih mahal dibandingkan ruas tol yang sudah ada dengan jarak tempuh yang relatif sama, namun jauh lebih dekat dengan pelabuhan. Sugi menyebut tol dengan rute yang sama harusnya mempunyai tarif yang juga relatif bersaing.
Perbedaan tarif yang cukup signifikan akan membuat pelaku industri logistik menghindari ruas tol tersebut demi efisiensi biaya logistik. Pengecualian, ucap Sugi, jika memang ruas tol tersebut menjadi satu-satunya pilihan bagi para pelaku industri logistik seperti ruas tol Jakarta-Merak.
"Kalau (JTCC) ini kan kalau tidak salah tarifnya empat hingga lima kali lebih mahal. Waktu itu saya katakan kalau tarif lebih mahal tidak akan laku tolnya," kata Sugi menambahkan.