Selasa 01 Nov 2022 07:15 WIB

Iran Sita Kapal Hendak Selundupkan 11 Juta Liter Minyak

Iran menyita sebuah kapal tanker asing yang disebut menyelundupkan minyak

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Pasukan Garda Revolusi Iran telah menyita sebuah kapal tanker asing yang disebut menyelundupkan minyak di Teluk Arab.
Foto: Dursun Çam via AP
Pasukan Garda Revolusi Iran telah menyita sebuah kapal tanker asing yang disebut menyelundupkan minyak di Teluk Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Pasukan Garda Revolusi Iran telah menyita sebuah kapal tanker asing yang disebut menyelundupkan minyak di Teluk Arab. Kapal tersebut mengangkut 11 juta liter minyak.

“Angkatan Laut Korps Garda Revolusi Islam (Iran) telah menyita sebuah kapal tanker asing yang membawa 11 juta liter bahan bakar selundupan,” kata kepala pengadilan provinsi Hormozgan, Mojtaba Ghahremani, Senin (31/10/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Dia tak menjelaskan kapan kapal tanker tersebut disita atau di bawah bendera apa kapal terkait berlayar. Ghahremani pun tak mengungkap secara terperinci perihal ke mana kapal tanker itu akan mengirim jutaan liter minyak selundupannya.

Dalam beberapa bulan terakhir Iran telah mengumumkan sejumlah operasi yang menargetkan penyelundupan bahan bakar di kawasan Teluk. Sebagian besar minyak dunia diketahui diproduksi dan dikirim dari wilayah tersebut.

Iran memiliki salah satu harga bahan bakar minyak terendah di seluruh dunia. Oleh sebab itu operasi penyelundupan ke negara lain dapat menjadi bisnis yang menguntungkan. Pada September lalu, Iran mengumumkan telah menyita sebuah kapal asing lain. Kapal tersebut membawa 757 ribu liter bahan bakar selundupan di daerah yang sama.

Saat ini Iran tengah berada di bawah sanksi Barat terkait program pengembangan nuklirnya. Sanksi tersebut telah secara ketat membatasi aktivitas perdagangan Iran, termasuk jika mereka hendak mengekspor minyaknya ke pasar global.

Saat ini Iran sudah tak lagi tunduk pada kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan itu melibatkan Iran dengan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Uni Eropa. Dalam JCPOA, Iran diharuskan mengekang program pengayaan uraniumnya yang dapat mengantarkannya mengembangkan senjata nuklir. Imbalannya, Barat akan melepaskan sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Iran selalu menyatakan bahwa mereka tak mempunyai niatan untuk membuat senjata nuklir. Pada 2018, mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan menarik negaranya dari JCPOA. Trump beralasan, JCPOA “cacat” karena tak turut mengatur program rudal balistik Iran dan pengaruhnya di kawasan. Setelah menarik AS, Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran.

Hal itu akhirnya membuat Iran tak lagi tunduk pada JCPOA. Mereka mulai melakukan pengayaan uranium. IAEA telah melaporkan bahwa cadangan uranium yang diperkaya Iran meningkat 18 kali lipat dari batas ketentuan dalam JCPOA. Saat ini AS, di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, berusaha memulihkan kembali JCPOA.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement