REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Panglima Angkatan Bersenjata Swedia Micael Byden mengatakan kenaikan harga dan pelemahan mata uang artinya Swedia akan mencapai target pengeluaran pertahanan NATO (Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dua tahun sebelum direncanakan. Swedia menargetkan pengeluaran pertahanannya dua persen dari Produk Domestik Bruto pada tahun 2026.
Swedia dan Finlandia mengajukan bergabung dengan NATO pada musim panas ini sebagai konsekuensi invasi Rusia ke Ukraina. Dua negara Nordik itu telah mendapat persetujuan untuk bergabung ke aliansi pertahanan 28 negara anggota.
"Kami berada di situasi keamanan yang sangat serius," kata Byden dalam konferensi pers usai menyampaikan rekomendasi pengeluaran pertahanan ke pemerintah, Selasa (1/11/2022).
Ia mengatakan Swedia akan meningkatkan kapasitas militernya di angkatan darat, laut. dan udara. Termasuk pada sistem pesawat tak berawak dan meningkatkan kehadiran pasukan di pulau strategis di Gotland.
Swedia juga melipatgandakan jumlah pasukan wajib militer dari 24 ribu pada 2025 menjadi 50 ribu pada 2035. Kenaikan harga perangkat militer, kenaikan suku bunga, dan pelemahan mata uang Swedia membuat pembelian peralatan dan senjata dari luar negeri lebih mahal.
Panglima militer Swedia mengatakan hal itu artinya pengeluaran militer akan mencapai dua persen dari PDB lebih cepat dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Byden menambahkan pada pemerintah ia meminta untuk tidak menetapkan batasan tertentu saat hendak bergabung dengan NATO seperti tidak mengizinkan pangkalan militer atau senjata nuklir NATO di wilayah Swedia.
"Menciptakan satu batasan tertentu di tahap awal, sebelum kami bergabung, akan menciptakan gesekan dan blokade dan kami ingin menghindari itu," katanya.