Jumat 11 Nov 2022 02:53 WIB

Prof Unhas Ingatkan BPA Berdampak pada Kesehatan Manusia

BPA paling banyak digunakan di kemasan kaleng, makanan, dan minuman.

Kemasan plastik tak mengandung BPA (ilustrasi).
Foto: time
Kemasan plastik tak mengandung BPA (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Unhas), Anwar Daud, menyampaikan, informasi senyawa BPA memang berbahaya bila digunakan untuk kemasan pangan. Bukan cuma bisa memicu penyakit berbahaya, sambung dia, galon air mineral bekas pakai mengandung BPA yang lazim dicuci, disikat, dan digunakan berulangkali juga menjadi sumber mikroplastik yang tak kalah berbahayanya.

"BPA paling banyak digunakan di kemasan kaleng, makanan, dan minuman. Padahal berdasarkan hasil riset kesehatan yang ada sekarang, BPA adalah senyawa yang paling berbahaya di kemasan," kata Anwar di depan peserta 'Workshop Penggunaan Bahan BPA pada Makanan dan Minuman' yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta, Rabu (9/11/2022). 

Anwar menyampaikan, hasil penelitian yang dilakukannya plus sejumlah hasil riset internasional juga menunjukkan tentang bahaya BPA bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Menurut dia, BPA adalah bahan kimia sintetis organik yang biasa digunakan dalam produksi industri plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi.

"Penggunaan BPA secara global diperkirakan akan mencapai 10,6 juta metrik ton pada 2022. Beberapa studi biomonitoring manusia menunjukkan bahwa aplikasi BPA yang luas telah menyebabkan meluasnya paparan pada manusia, dan berdampak pula pada kesehatan manusia," kata Anwar merujuk salah satu hasil riset di luar negeri.

Penelitian yang dilakukan timnya juga menyoroti penilaian risiko migrasi BPA ke daging dan produk turunnya, serta tingkat paparannya kepada manusia. "Manusia terpapar BPA melalui rute dan sumber yang berbeda, tetapi konsumsi telah dikonfirmasi sebagai sumber utama paparan BPA," kata Anwar.

Dia pun mengingatkan potensi cemaran dan paparan mikroplastik dan nanoplastik di masyarakat. Pasalnya, penggunaan plastik hingga kini belum tergantikan. "Berdasarkan proyeksi emisi plastik hingga 2030 untuk 173 negara, mikroplastik dan nanoplastik berpotensi mencemari lingkungan perairan berkisar antara 20-53 metrik ton per tahun," ucap Anwar.

Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi Produk, dan Harmonisasi Standar Pangan Olahan,Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yeni Restiani mengungkapkan bahaya BPA sebagai kemasan pangan. Menurut dia, BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke produk pangan melalui berbagai cara.

"Dari proses pencucian, penggunaan air pada suhu tinggi, residu detergen, dan pembersihan yang mengakibatkan goresan. Kemudian ditambah lagi dengan penyimpanan yang tidak tepat, serta paparan sinar matahari langsung," kata Yeni.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement