Selasa 15 Nov 2022 14:30 WIB

Komnas Perempuan Minta RKUHP Sinkron dengan UU TPKS

Komnas Perempuan mendesak pemerintah mensinkronisasi RKUHP dengan UU TPKS.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Rancangan KUHP ilustrasi. Komnas Perempuan mendesak pemerintah mensinkronisasi RKUHP dengan UU TPKS.
Foto: pdk.or.id
Rancangan KUHP ilustrasi. Komnas Perempuan mendesak pemerintah mensinkronisasi RKUHP dengan UU TPKS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mendesak Pemerintah agar mensinkronisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tujuannya agar didapat keselarasan hukum.

Komnas Perempuan mengusulkan tiga hal terkait sinkronisasi tersebut yaitu melarikan anak dan perempuan untuk tujuan perkawinan, pemaksaan aborsi, dan pemaksaan pelacuran. Hal ini berdasarkan pencermatan Komnas Perempuan berkaitan dengan sinkronisasi dan harmonisasi TPKS.

Baca Juga

"Urgensi memastikan harmonisasi RUU KUHP dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan melengkapi delik pidana dan menegaskan jenis tindak pidana," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam keterangan yang dikutip pada Selasa (15/11).

Siti mendukung Pemerintah dan DPR RI yang mengadopsi tanggapan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Komnas Perempuan per 7 Juni 2022. Poin-poinnya diantaranya menyoal delik pidana terkait memudahkan percabulan dan persetubuhan, percabulan, persetubuhan, dan perkosaan sebagai tindak pidana kekerasan seksual.

"Dengan penegasan Pasal 416, 417, 418, 419, 420, 421, 422, 423, 424, 475 ayat (1) hingga Pasal 475 ayat (10) RKUHP Per 9 November 2022 sebagai TPKS," ujar Siti.

Dengan pengaturan itu, maka Siti menyebut korban TPKS yang delik pidananya diatur dalam RKUHP dapat mengakses hak-hak korban. Korban juga ditangani dengan hukum acara pidana khusus penanganan TPKS sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022.

"Meski demikian, Komnas Perempuan berpandangan RUU KUHP masih dapat disempurnakan lagi dengan mengkategorikan tindak pidana kekerasan seksual ke dalam Bab Tindak Pidana Terhadap Tubuh, bukan di dalam Bab Tindak Pidana Kesusilaan," ucap Siti.

Di sisi lain, Komnas Perempuan merekomendasikan Komisi III DPR RI dan Kemenkumham terus melakukan rangkaian pembahasan ketentuan pasal dengan melibatkan publik secara bermakna, di antaranya melalui mekanisme Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pemangku kepentingan yang lebih luas dan berpotensi terdampak pasca RKUHP disahkan.

Kemudian, Pemerintah dan DPR RI disarankan menelaah dan mengakomodasi rekomendasi-rekomendasi Komnas Perempuan yang tertuang dalam DIM Tanggapan Komnas Perempuan sebagai Tanggapan Terhadap RKUHP Per 9 November 2022.

"Untuk masyarakat sipil, pemuka agama, Akademisi, Lembaga Layanan Korban mengawal dan memberikan saran dan masukan terhadap pembahasan RKUHP," ucap Siti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement