Selasa 15 Nov 2022 15:47 WIB

SPKS Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Sawit Menyeluruh

Petani sawit yang tergabung dalam SPKS berunjuk rasa di depan kantor KPPU.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Petani anggota SPKS berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Foto: ANTARA/HO-SPKS
Petani anggota SPKS berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Selasa (15/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola sawit secara menyeluruh dari berbagai aspek menyusul kasus korupsi minyak goreng yang diungkap oleh Kejaksaan Agung dan telah memasuki masa persidangan.

“Terungkapnya kasus mafia minyak goreng yang ditangani oleh Kejaksaan Agung dalam beberapa bulan lalu seharusnya menjadi momentum bagi KPPU untuk mengusut tuntas beberapa grup perusahaan yang diduga menjadi pelaku dibalik masalah struktur yang terkonsentrasi pada industri sawit, yang tentu menjadi akar persoalannya dalam penyediaan bahan baku untuk minyak goreng maupun biodiesel," kata Sekretaris Jendral SPKS Mansuetus Darto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/11/2022).

Petani sawit yang tergabung dalam SPKS berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk meminta kelanjutan dari laporan terkait dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sawit dan program biodiesel yang disampaikan kepada KPPU beberapa waktu lalu.

"Kami meminta KPPU segera menindaklanjuti laporan petani sawit terkait dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan grup perusahaan sawit penerima subsidi," kata Darto.

Dia mengatakan, SPKS meminta agar pemerintah mengaudit grup perusahaan sawit yang dilaporkan karena dugaan persaingan usaha tidak sehat. Sejumlah perusahaan sawit tersebut juga terlibat dan petingginya menjadi terdakwa dalam persidangan kasus korupsi minyak goreng yang tengah berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Tiga terdakwa dari korporasi yang terjerat kasus minyak goreng, yaitu Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di industri sawit makin terjaga karena adanya perluasan lahan yang melampaui batas dalam aturan hukum, serta penguasaan suplai bahan baku.

SPKS mencatat total pungutan ekspor CPO pada periode 2019-2021 mencapai angka Rp 70,99 triliun. Dalam periode tersebut, dana subsidi yang disalurkan kepada grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan BU BBN jenis biodiesel sebesar Rp 68 triliun.

Darto menyesalkan pemberian subsidi untuk biodiesel pada perusahaan besar kelapa sawit tidak dibarengi dengan program-program inovatif yang dilakukan perusahaan untuk petani sawit di lapangan, bahkan sebaliknya, banyak petani sawit yang menjual hasil panennya ke tengkulak. "Tidak memperkuat SDM petani dan nihil mengembangkan sertifikasi ISPO, RSPO untuk petani sawit," kata Darto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement