REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron angkat bicara mengenai permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengatakan, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan gugatan itu dan tidak membawa jabatannya maupun KPK sebagai lembaga.
"Atas nama pribadi Pak Ghufron, bukan Wakil Ketua KPK," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Meski atas nama pribadi, ia mengeklaim bahwa permohonan judicial review tersebut juga telah disampaikan kepada pimpinan KPK yang lainnya. Dia mengungkapkan, rekan kerjanya sesama pimpinan pun mengetahui hal ini.
"Saya sebagai ini hak pribadi saya. Saya yang memiliki kepentingan dan kemudian menginisiasi," ujar dia.
"Tentu kami memberitahukan kepada pimpinan lain. Dan pimpinan lain mengatakan itu dipasrahkan kepada Pak Ghufron pribadi karena kepentingan Pak Ghufron, bukan kepentingan kelembagaan," tambahnya menjelaskan.
Ghufron mengatakan, gugatan itu untuk menjamin kepastian hukum terhadap dirinya. "Bahwa demi menjamin kepastian hukum, saya merasa kemudian perlu utnuk mengajukan gugatan JR (judicial review) MK antara Pasal 29 dan Pasal 34 tersebut," kata Ghufron.
Ghufron menjelaskan, Pasal 29 huruf e dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 kontradiktif dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Pasal 29 mengatur tentang batas umur minimal calon pimpinan KPK, yakni 50 tahun, sedangkan Pasal 34 menyebutkan bahwa pimpinan KPK boleh menjabat maksimal dua kali.
Menurut dia, kedua aturan itu tidak memberikan kepastian hukum baginya. Sebab, Ghufron belum berusia 50 tahun saat pencarian calon pimpinan KPK kembali digelar.
Namun, dia sudah menjabat sebagai pimpinan KPK dan dibolehkan mencalonkan lagi untuk periode keduanya. "Kami memandang ketentuan tersebut kontradiksi dengan pasal 34 Undang-Undang KPK, yaitu bahwa pimpinan KPK itu masa jabatannya empat tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa periode berikutnya," jelas dia.