Jumat 25 Nov 2022 20:39 WIB

BRIN: Bangunan Tahan Gempa Harus Dibangun di Daerah Rawan Gempa

Di Kabupaten Cianjur, 58.049 rumah rusak akibat Gempa pada Senin lalu.

Pengungsi berjalan di depan bangunan yang roboh akibat gempa di Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Pemerintah memastikan akan menyalurkan bantuan dana kepada warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat gempa. Bantuan tersebut dibagi menjadi tiga jenis, untuk kerusakan berat akan mendapatkan bantuan sebesar Rp50 juta, kerusakan sedang Rp25 juta dan kerusakan ringan Rp10 juta. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengungsi berjalan di depan bangunan yang roboh akibat gempa di Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Pemerintah memastikan akan menyalurkan bantuan dana kepada warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat gempa. Bantuan tersebut dibagi menjadi tiga jenis, untuk kerusakan berat akan mendapatkan bantuan sebesar Rp50 juta, kerusakan sedang Rp25 juta dan kerusakan ringan Rp10 juta. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar tsunami Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengatakan bangunan tahan gempa seharusnya dibangun di daerah rawan gempa untuk mitigasi gempa dalam meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan. Akibat gempa yang terjadi pada Senin (21/11/2022) lalu, 58.049 rumah di Kabupaten Cianjur yang mengalami kerusakan. 

"Di zona kegempaan tinggi, setiap bangunan harus didesain dan dibangun mengikuti kaidah bangunan tahan gempa," kata Widjo, Jumat (25/11/2022).

Baca Juga

Widjo menuturkan, bangunan biasa yang tidak dirancang tahan gempa akan mudah roboh jika ada gempa. Bahkan, pada skala gempa yang tidak terlalu besar namun dangkal seperti pada peristiwa gempa di Yogyakarta pada 2006 dan di Cianjur, Jawa Barat pada 2022.

Ia mengatakan menurut hasil kajian atau riset, rumah rakyat di perkotaan atau pedesaan kebanyakan dibangun oleh tukang tanpa sertifikat dan tidak dirancang tahan gempa. Sementara lebih dari 80 persen rumah di zona kegempaan tinggi adalah rumah rakyat, sehingga berisiko sangat tinggi terkait dengan kegagalan struktur jika ada gempa.

Menurut Widjo, otoritas baik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta instansi terkait perlu menitikberatkan program mitigasi bencana atau kesiapan sebelum bencana terjadi dan tidak hanya fokus pada tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi. Evaluasi terhadap rumah-rumah rakyat yang rentan dan tidak ramah terhadap gempa juga perlu secara rinci dipetakan dan dibuat program mitigasimisalnya dengan retrofit atau penguatan bangunan.

Sementara bangunan yang akan dibangun atau pada proses rehabilitasi-rekonstruksi harus mengadopsi bangunan tahan gempa agar risiko terhadap gempa berikutnya menjadi berkurang. Ia mengatakan, program tersebut harus dilaksanakan melalui kerja sama dengan para pihak lainnya seperti dinas tata ruang dan dinas pekerjaan umum.

Sebelumnya, gempa dengan magnitudo 5,6 pada Senin pukul 13.21 WIB terjadi di sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pusat gempa bumi itu berada di darat pada kedalaman 10 km di koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.

Sejauh ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur mencatat ada sebanyak 58.049 rumah yang mengalami kerusakan. Di antaranya rumah rusak ringan sebanyak 20.367 unit, rumah rusak sedang sebanyak 12.496 unit, dan rumah rusak berat sebanyak 25.186 unit.

Kemudian, tercatat ada 146 desa dari 16 kecamatan di Kabupaten Cianjur yang terdampak gempa. Sampai Jumat (25/11/2022), tercatat sebanyak 310 orang meninggal dunia.

 

photo
Infografis Serius Sikapi Potensi Tsunami Akibat Megathrust - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement