REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Laurentius Amrih Jinangkung menyebut Indonesia tidak akan mengikuti keinginan Vietnam dalam proses penyelesaian masalah batas ZEE wilayah Laut Natuna Utara, karena akan merugikan kepentingan Indonesia.
Sengketa mengenai wilayah perbatasan ZEE di Laut Natuna Utara dengan Vietnam merupakan salah satu sengketa yang berlangsung lama dan belum berhasil diselesaikan dengan dibentuknya suatu perjanjian bilateral.
Sampai saat ini, masalah penetapan batas ZEE antara Indonesia dengan Vietnam masih belum menemukan titik temu yang memuaskan bagi kedua pihak.
“Kita tetap bersikeras dengan batas laut yang kita tetapkan, sementara Vietnam juga bersikeras dengan batas laut yang dia inginkan, perbedaan kedua garis penetapan itu yang menyebabkan tidak ditemukannya kesepakatan,” ujar Amrih Jiangkung, Jumat (25/11/2022).
Amrih Jiangkung menambahkan, dasar dari penetapan garis batas yang diusulkan oleh Indonesia adalah berpatokan pada UNCLOS 1982, sementara Vietnam ingin agar batas negara dengan Indonesia itu sejajar dengan garis batas landas continen.
Berdasarkan perkembangan perundingan terakhir, Tim Teknis Vietnam telah mengusulkan membagikan remaining area secara “equal” dan Indonesia sedang meminta penjelasan dari Vietnam terkiat maksud dan pengertian “equal”.
Dilihat dari usulan Vietnam, negara tersebut berupaya untuk mencapai keuntungan yang lebih maksimal. Jika Tim Teknis Indonesia menerima usulan garis “equal” yang diusulkan Vietnam, Indonesia akan kehilangan wilayah laut yang cukup luas dan potensi sumber daya ikan.
“Kalau kita ikuti maunya Vietnam, kita yang rugi. Makanya dari dulu tidak selesai masalah batas wilayah ini. Kendalanya hanya itu saja. Tapi kita tetap terus berupaya melakukan pembicaraan dengan Vietnam,” ujar Amrih Jiangkung.
Pertemuan Teknis ke-16 penetapan batas ZEE Indonesia-Vietnam dikonfirmasikan telah diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada 24-25 November 2022. Awalnya, pertemuan tersebut direncanakan dilaksanakan pada paruh kedua Oktober 2022, namun ditunda karena padatnya agenda. Pada kesempatan tersebut, kedua pihak membahas metode pembagian remaining area lebih lanjut. Namun, posisi saat ini untuk pembagian remaining area sudah jauh melampaui red line berbagai pihak, termasuk Kementerian Perikanan dan Kelautan, pengamat maritim dan organisasi kelautan.
Sebelumnya, pengamat kelautan Achmad Santoso mengharapkan adanya tindakan tegas terhadap kapal nelayan asal Vietnam yang melakukan pencurian ikan di wilayah landas kontinen (ZEE).
Menurut dia, tindakan yang dilakukan di daerah Laut Natuna Utara tersebut merugikan kedaulatan nasional dan sektor perikanan tanah air, mengingat tidak ada itikad baik dari kapal-kapal tersebut.
"Tren operasi kapal Vietnam di ZEE Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga September 2022, apa yang dilakukan oleh Kapal ikan Vietnam itu melanggar pasal 56 UNCLOS 1982," kata Achmad seperti dilansir dari Antara.