REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo membeberkan ulang Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) internal kepolisian tentang dugaan penerimaan uang dari hasil tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Kata dia, LHP Propam tersebut mengungkap keterlibatan banyak perwira-perwira tinggi di kepolisian yang turut menikmati setoran-setoran haram dari bisnis ilegal.
Dalam LHP tersebut, bahkan ada disebutkan penerimaan uang untuk Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto. Sambo mengatakan, LHP tersebut sudah pernah ia laporkan kepada para pemimpin di Mabes Polri untuk diproses hukum.
“Begini ya, laporan resmi sudah saya sampaikan ke pimpinan (Kapolri) secara resmi ya. Sehingga artinya proses di Propam sudah selesai. Itu (penerimaan) melibatkan perwira-perwira tinggi,” kata Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (29/11/2022).
Sambo kembali menjalani persidangan lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J). Belakangan Sambo, membenarkan soal adanya LHP dari Divisi Propam Polri tentang nama-nama para anggota Polri dari tingkat Polsek, Polres, Polda, sampai Mabes Polri yang turut menikmati uang dari hasil tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ada dua LHP bikinan Divisi Propam. LHP 18 Maret 2022 yang ditandangani oleh Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri, dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen). Hendra juga sebetulnya pecatan Polri karena menjadi terdakwa perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
LHP kedua tertanggal 7 April 2022 yang ditandatangani oleh Sambo yang saat itu masih menjabat Kadiv Propam. Dua LHP tersebut isinya sama. Yakni tentang penyelidikan tambang batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kertanegara, Bontang, Paset, Samarinda, dan Berau.
Dari penyelidikan terungkap kegiatan tambang ilegal tersebut dibekingi para pejabat utama dan jajaran Polda Kaltim sampai Bareskrim Polri. Disebutkan dalam LHP, sejumlah nama para perwira tinggi Polri turut mendapatkan setoran dan bagi hasil dari kegiatan tambang ilegal tersebut sepanjang Juli 2020 sampai September 2021.
Beberapa nama petinggi Polri yang turut mendapatkan bagian adalah Irjen Herry Rudolf Nahak mendapatkan Rp 5 miliar; Brigjen Hariyanto Rp 1 miliar; Kombes Jefrianus Rp 800 juta; Kombes Gatut Rp 600 juta; Kombes Tatar Rp 600 juta; Kombes Indra Lutrianto Amstono Rp 900 juta; AKBP Era Joni dan AKBP Bimo Aryanto Rp 500 juta; dan jajaran Kapolres Rp 600 juta.
Dalam LHP tersebut juga terungkap nama Aiptu Ismail Bolong dari Satuan Intelkam Polres Samarinda yang mengelola delapan titik tambang batubara ilegal, di kecamatan Marang Kayu, Bontang. Terhadap Ismail Bolong tersebut, dua LHP Propam itu menyebutkan adanya setoran uang senilai Rp 3 miliar kepada Kombes Budi Haryanto selaku Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) sebanyak tiga kali pada Oktober, November, dan Desember 2021. Lalu uang setoran langsung Ismail Bolong kepada Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto sepanjang Oktober, November, dan Desember 2021.
“Selain itu juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH MH selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim Polri dalam bentuk USD sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November, dan Desember 2021 senilai Rp 2 miliar setiap bulannya,” begitu dalam huruf h LHP tersebut.
Beberapa pekan lalu Ismail Bolong lewat video testimoni juga membeberkan tentang pemberian uang dari hasil tambang batubara ilegal tersebut untuk Komjen Agus Andrianto. Akan tetapi belakangan Ismail Bolong membuat testimoni ulang. Isinya meralat rekaman video pertamanya itu karena alasan dalam pengakuan awal dirinya dipaksa oleh Hendra Kurniawan.
Ferdy Sambo melanjutkan, pemeriksaan terhadap Ismail Bolong sudah pernah dilakukan. “Kan sudah sempat diperiksa dia (Ismail Bolong). Itu kan ada hasil resminya. Intinya memang seperti itu, ” kata Sambo melanjutkan.
Namun Sambo menerangkan, hasil pemeriksaan terhadap Ismail Bolong dan dua LHP dari Propam pada waktu itu tak berlanjut ke proses penyidikan. Karena dikatakan dia, kewenangan melakukan penyidikan terkait uang-uang setoran tersebut bukan di ranah Propam.
“Nah selanjutnya, kalau misalnya itu ada tindaklanjutnya ke penyidikan, itu ke pihak lain yang memiliki kewenangan. Tanyakan itu ke pihak yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan,” ujar Sambo.
Penjelasan dari Sambo terkait adanya uang setoran tambang ilegal ke perwira Polri, dan dua LHP Propam itu bukan sekali ini ia sampaikan. Pekan lalu, Selasa (22/11/2022) usai menjalani persidangan ia juga menyampaikan hal tersebut. “Kan itu sudah ada suratnya (LHP). Sudah benar itu suratnya,” kata Sambo.
Pekan lalu Hendra Kurniawan usai menjalani sidang obstruction of justice di PN Jaksel, juga mengatakan yang sama terkait Komjen Agus Andrianto. “Faktanya memang seperti itu. Coba tanyakan itu ke pejabat yang berwenang,” ujar dia.
Akan tetapi Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membantah. Jenderal bintang tiga kepolisian itu malah membalas tudingan Sambo dan Hendra dengan menilai kedua pecatan Polri itu sebagai tukang rekayasa kasus.
“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Maklumlah, kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi,” begitu kata Agus, Jumat (25/11/2022).
Agus malah balik menuding Sambo dan Hendra yang diduga menerima uang-uang setoran tambang ilegal. “Jangan-jangan mereka yang terima,” ujar Agus.
Agus juga mengatakan, aksi Sambo dan Hendra membuat LHP tersebut untuk menjadikannya sebagai target. Menurut Agus, isu tersebut kembali dimunculkan oleh Sambo dan Hendra untuk mengalihkan tentang proses pidana yang sedang menjerat keduanya saat ini.
"Mereka cuma melempar masalah untuk mengalihkan isu terhadap mereka saja,” kata Agus. Kata Agus, pun pengakuan dari Ismail Bolong itu, dibantah sendiri karena alasan adanya tekanan dari Hendra dan Sambo. “Kalau waktu itu memang benar, kenapa kok dilepas,” ujar Agus.