Kamis 01 Dec 2022 03:51 WIB

Kisah Muslim Bengali di India yang Terus Terpinggirkan

Muslim berbahasa Bengali, khususnya, sering dituduh sebagai imigran tidak berdokumen.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Rohima Begum (kanan) menggendong bayinya yang baru berusia tiga hari, yang lahir di dalam sebuah kamp bantuan di dekat kota Bilasipara di negara bagian India timur laut Assam, 8 Agustus 2012. Kisah Muslim Bengali di India yang Terus Terpinggirkan
Foto:

Muslim berbahasa Bengali, khususnya, sering dituduh sebagai imigran tidak berdokumen. Sejak berkuasa pada 2016, Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa telah menggalang basis suara komunitas Hindu dan suku dengan mengumumkan kebijakan yang menurut para kritikus diskriminatif terhadap Muslim. Beberapa politikus, termasuk menteri utama saat ini Himanta Biswa Sarma, juga menargetkan mereka dalam pidatonya.

Setelah kembali berkuasa pada 2021, pemerintah BJP mengusir paksa ribuan orang dalam upaya kontroversial melawan perambahan ilegal. Kebanyakan dari mereka yang terkena dampak adalah Muslim berbahasa Bengali. Awal tahun ini, pemerintah juga menyetujui klasifikasi lima kelompok Muslim sebagai komunitas "pribumi Assam" yang menimbulkan kekhawatiran akan marginalisasi lebih lanjut terhadap kelompok lain.

"Muslim asal Bengali telah menjadi sasaran empuk politik. Idenya adalah menunjukkan kepada mayoritas (populasi) bahwa orang Miyas bukan bagian dari masyarakat Assam - mereka adalah musuh," kata Hafiz Ahmed, seorang sarjana yang bekerja dengan masyarakat.

Namun, pemimpin senior BJP, Vijay Kumar Gupta membantahnya dan mengatakan "orang lain" sedang mencoba menciptakan perselisihan antarkomunitas. “Museum dimaksudkan untuk melestarikan warisan budaya suatu komunitas, tetapi hal seperti itu tidak terjadi di sini,” katanya.

Di seluruh Asia Selatan, kata Miyas digunakan sebagai sebutan kehormatan bagi pria Muslim. Namun di Assam, kata tersebut dianggap merendahkan dan digunakan untuk menggambarkan ribuan petani Muslim yang bermigrasi dari bagian timur Benggala yang kini berada di Bangladesh.

Assam berbagi perbatasan sepanjang hampir 900 Km dengan negara tetangga. Sebagian besar dari para migran ini menetap di chars, pulau-pulau yang bergeser di sepanjang dataran rendah Sungai Brahmaputra, tempat tinggal orang-orang dari komunitas lain.

Penduduk chars sebagian besar adalah petani miskin dan pekerja berupah harian yang kehidupan dan mata pencahariannya bergantung pada perubahan air sungai. Mereka juga menghadapi diskriminasi, dan sering digambarkan sebagai penyusup yang mengambil alih pekerjaan, tanah, budaya penduduk, dan suku berbahasa Assam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement