Rabu 30 Nov 2022 15:01 WIB

Kabareskrim Agus Andrianto Dilaporkan ke KPK Terkait Tambang Ilegal di Kaltim

KPK diminta mengusut tuntas kasus suap tambang ilegal yang penah diselidiki Polri.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ilham Tirta
Koordinator Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM), Giefrans Mahendra memberikan keterangan kepada awak media usai melaporkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur, Rabu (30/11/2022).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Koordinator Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM), Giefrans Mahendra memberikan keterangan kepada awak media usai melaporkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur, Rabu (30/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM) melaporkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur. Mereka meminta lembaga antirasuah itu memeriksa dan mengusut dugaan keterlibatan Agus dalam kasus tersebut.

"Kita minta kepada KPK selaku lembaga adhoc yang didirkan untuk memberantas korupsi di negeri ini untuk mengusut tuntas kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur," kata Koordinator KSPM, Giefrans Mahendra kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).

Baca Juga

Giefrans juga meminta KPK bersikap tegas dan tidak pandang bulu menindak pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Menurutnya, seluruh pelaku yang melindungi tambang ilegal tersebut harus diadili.

"Siapapun pejabat, baik itu dari unsur kepolisian maupun pejabat lainnya, yang terlibat dalam hal ini, ditangkap dan diadili seadil-adilnya sesuai dengan prinsip hukum negara ini," kata dia.

Dalam laporan yang diserahkan ke KPK, pihaknya turut menyerahkan dua dokumen. Salah satunya hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh eks Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo terkait kasus itu.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengaku belum mengetahui adanya laporan tersebut. Dia berjanji bakal mengecek lebih lanjut mengenai dokumen telah diserahkan ke KPK. "Akan kami cek lebih dahulu," ujar Ali.

Beberapa pekan lalu, mantan anggota Polri, Ismail Bolong lewat video testimoni membeberkan tentang pemberian uang dari hasil tambang batubara ilegal tersebut untuk Komjen Agus Andrianto. Namun belakangan, Ismail membuat testimoni kedua yang meralat video lama. Ia mengaku dirinya dipaksa oleh Hendra Kurniawan, terdakwa kasus penghangan penyidikan pembunuhan Brigadir J.

Ferdy Sambo pekan lalu mengonfirmasi pemeriksaan terhadap Ismail Bolong. Namun Sambo menerangkan, dua laporang hasil penyelidikan (LHP) dari Propam pada waktu itu tak berlanjut ke proses penyidikan. Sebab, kewenangan melakukan penyidikan terkait uang setoran tersebut bukan di ranah Propam.

“Nah selanjutnya, kalau misalnya itu ada tindaklanjutnya ke penyidikan, itu ke pihak lain yang memiliki kewenangan. Tanyakan itu ke pihak yang memiliki kewenangan (di Polri) melakukan penyidikan,” ujar Sambo.

Hendra Kurniawan usai menjalani sidang obstruction of justice di PN Jaksel juga mengatakan hal yang sama terkait Komjen Agus Andrianto. “Faktanya memang seperti itu. Coba tanyakan itu ke pejabat yang berwenang,” ujar dia.

Komjen Agus Andrianto membantah tuduhan tersebut. Ia malah membalas tudingan Sambo dan Hendra dengan menilai kedua pecatan Polri itu sebagai tukang rekayasa kasus.

“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Maklumlah, kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi,” kata Agus, Jumat (25/11/2022).

Agus mengatakan, aksi Sambo dan Hendra membuat LHP tersebut untuk menjadikannya sebagai target. Menurut Agus, isu tersebut kembali dimunculkan oleh Sambo dan Hendra untuk mengalihkan tentang proses pidana yang sedang menjerat keduanya saat ini.

 “Kalau waktu itu memang benar, kenapa kok dilepas,” ujar Agus.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement