REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI dan Pemerintah secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disetujui menjadi UU. Seluruh Fraksi di Komisi III DPR RI dan pemerintah telah menyampaikan pendapatnya dan menyetujui agar UU KUHP ini dapat disahkan.
Penyempurnaan RUU KUHP secara holistik telah mengakomodir masukan dari masyarakat agar tidak terjadi kriminalisasi yang berlebihan dan tindakan sewenang-wenang dari penegak hukum dengan memperbaiki rumusan norma pasal dan penjelasannya. Hal ini disampaikan
Ketua Komisi III Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, Selasa (6/12/2022). Menurut Bambang, pemerintah bersama DPR telah melakukan berbagai dialog publik dan sosialisasi naskah UU KUHP ini. Mengingat rumit dan luasnya cakupan substansi materi UU KUHP, sebagaimana permintaan pemerintah dalam penundaan pengesahan RUU KUHP pada Periode 2014-2019.
"Dialog publik dan sosialisasi telah dilakukan dengan berbagai elemen masyarakat terutama para akademisi dan masyarakat hukum pidana dari berbagai lembaga dan universitas, sehingga meningkatkan partisipasi publik secara signifikan,” ujarnya.
Selanjutnya, sambung dia, Komisi III DPR RI akan terus mengawal dan mengevaluasi persiapan dan pelaksanaan UU KUHP yang baru akan berlaku 3 tahun sejak diundang-undangkannya UU KUHP ini (tahun 2025). Terutama peraturan pelaksana dan seluruh instrumen atau infrastruktur pendukungnya agar sesuai dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
"Termasuk sistem penegakan hukum yang adil, profesional dan akuntabel dengan harapan agar pembaruan ini akan dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat terutama di bidang hukum dan keamanan," katanya.
Menurut Bambang, beberapa hal penting yang menjadi perkembangan baru dan diatur dalam UU KUHP ini diantaranya adalah penerapan asas legalitas materiil dan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Termasuk doktrin ultimum remedium keadilan restoratif dan penerapan diversi pergeseran menjadi aliran neo-klasik (memperhatikan faktor subyektif dan obyektif).
Dan juga soal perluasan subyek hukum pidana (termasuk Korporasi), penerapan asas pertanggungjawaban mutlak dan pengganti, pengaturan jenis pidana pokok baru (pengawasan dan kerja sosial) dan Penerapan Pidana Mati Bersyarat. Dan berbagai penyesuaian berbagai tindak pidana yang telah diatur di luar KUHP.
"Seperti Tindak Pidana Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Tindak Pidana terhadap Pemerintah dan Tindak Pidana terhadap Kekuasaan Pemerintah, contempt of court atau tindak pidana terhadap proses peradilan, tindak pidana kesusilaan, dan tindak pidana khusus,” papar Bambang.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.
Ia mengatakan RUU KUHP ini sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia. Karena itu, pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini.