Selasa 06 Dec 2022 13:57 WIB

Menkumham Jelaskan Jenis Pidana yang Diperluas dalam UU KUHP

Tiga pidana yang diatur dalam KUHP yaitu pokok, tambahan, dan bersifat khusus.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ilham Tirta
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU KUHP. Salah satu poin baru yang terkandung dalam KUHP adalah jenis pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana diperluas, selain pidana penjara dan pidana denda.

Dalam rapat paripurna, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, ada tiga pidana yang diatur dalam KUHP, yaitu pidana pokok, tambahan, dan bersifat khusus. Dalam pidana pokok, UU KUHP menambahkan pidana tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial.

Baca Juga

Perbedaan besar yang perlu digaris bawahi yaitu UU KUHP tidak lagi menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok. Tapi, pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan 10 tahun.

"Dengan pertimbangan terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk memperbaiki kehidupannya atau perannya dalam tindak pidana yang tidak terlalu penting," kata Yasonna, Selasa (6/12/2022).

Selain pidana mati, pidana penjara direformasi secara signifikan dalam UU KUHP. Dengan mengatur pedoman yang berisikan keadaan tertentu untuk sedapat mungkin tidak dijatuhkan pidana penjara kepada pelaku tindak pidana.

Keadaan itu antara lain jika terdakwa anak, berusia di atas 75 tahun, baru pertama melakukan tindak pidana, dan beberapa keadaan lain. Namun, diatur pula ketentuan pengecualian atas keadaan tertentu yang diancam penjara lima tahun.

"Tindak pidana diancam dengan pidana minimum khusus, atau tindak pidana tertentu yang membahayakan atau merugikan masyarakat, atau tindak pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara," ujar Yasonna.

Selain pidana pokok, pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu. Kemudian, perampasan barang, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin dan pemenuhan kewajiban adat setempat.

Menurut Yasonna, UU KUHP mengatur rinci pedoman penjatuhan masing-masing pidana tambahan. "Sebagai contoh, UU KUHP mengatur secara spesifik tindakan apa yang dapat dijatuhkan bersama dengan pidana pokok dan tindakan yang dapat dikenakan kepada orang yang mengalami disabilitas mental atau disabilitas intelektual," kata Yasonna.

Ada perluasan pertanggungjawaban pidana sebagai pengakuan atas keadilan. Telah diatur dalam KUHP meliputi pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan dan liability without fault dalam strict liability and vicarious liability.

Baca juga : DPR Sahkan RKUHP, PKS: Kamu Jangan Jadi Diktator....

Bentuk pertanggungjawaban ini terlihat dengan perluasan subyek hukum di UU KUHP yang mencakup korporasi. UU KUHP memasukkan badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dapat dipidana.

Menurut Yasonna, penjatuhan pidana pokok, tambahan, dan tindakan dikenakan pula ke korporasi yang melakukan tindak pidana dan kepada orang-orang yang terlibat dalam korporasi. Tidak cuma bagi pengguna yang memiliki kedudukan fungsional.

"Baik pengguna yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali maupun pemilik manfaat," ujar Yasonna.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement