REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengakui tidak mudah membaca pemikiran para pelaku terorisme. Begitupun untuk mengetahui warga negara Indonesia yang mungkin memiliki pemikiran radikal terorisme.
"Kesulitan bahwa ideologi terorisme itu dari alam pikiran. Apakah kita bisa serta merta membaca alam pikiran, isi kepala semua warga bangsa Indonesia," katanya saat keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Dia menjelaskan, di antara 273 juta masyarakat Indonesia, tidak ada yang bisa saling membaca alam pikiran. Sehingga, kata dia, pentingnya membangkitkan semangat kesadaran masyarakat terhadap pengaruh buruk ideologi berbasis kekerasan.
"Jangan mau diri kita dijadikan alat. Ini kehidupan yang dinamis. Kita tidak hidup di dalam ruang vakum. Kita hidup di ruang dinamis, banyak dipengaruhi dinamika, baik pengaruh baik dan pengaruh buruk. Tidak semua penetrasi yg datang dalam diri kita adalah kebaikan," jelasnya.
Boy Rafli mengingatkan ideologi radikal terorisme ini dapat menyasar siapa aja dan menjadikan siapa saja menjadi target. "Ini adalah sebuah kehidupan nyata yang harus diantisipasi bersama, karena peristiwa ini bisa menyasar kemana saja, menjadikan siapa saja menjadi target, bisa siapa saja menjadi bagian dari pelaku," pesannya.
Pernyataan itu disampaikan Boy terkait insiden bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12) pukul 08.20 WIB.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suntana menyatakan ada 11 korban yang timbul akibat bom bunuh diri tersebut. Dari 11 orang itu, satu anggota polisi tewas akibat bom, sedangkan 10 orang lainnya mengalami luka-luka.