REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH— Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) mengajak mahasiswa untuk mewaspadai ideologi radikal. Ideologi ini seringkali menyalahgunakan narasi agama untuk melakukan kekerasan.
Kepala BNPT RI, Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar, menyatakan hal tersebut saat acara Dialog Kebangsaan di AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala, Aceh pada Rabu (14/12/2022).
Dialog diikuti Forkopminda Aceh, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh, serta Civitas Academica Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
"Tindakan kelompok radikal sangat tidak Islami tetapi menggunakan narasi-narasi agama,” kata Boy.
Karakter kelompok radikal ini adalah intoleran, radikal eksklusif, anti kepada kemanusiaan, dan menggunakan kekerasan ekstrem.
Boy mencontohkan seruan jihad yang disalahgunakan kelompok radikal. Mereka menggunakan jihad untuk membenci dan memusuhi bangsanya sendiri.
”Sangat berbeda dengan jihad fissabilillah yang dikumandangkan para pahlawan, khususnya para pejuang dari Aceh yang membela kepentingan bangsa,” terang jenderal polisi bintang tiga ini.
Boy mengungkapkan kelompok radikal saat ini menggunakan media digital untuk menyebarkan pengaruhnya.
Ini karena di Indonesia terdapat 204 juta pengguna internet. Dari jumlah tersebut, sekitar 179 juta menggunakan sosial media dan 60 persen di antaranya adalah generasi muda.
Karena itu Boy menyatakan perlunya ketahanan seluruh elemen bangsa dalam menangkal paham intoleransi, radikalisme dan terorisme khususnya kepada generasi muda.
"Dengan kegiatan ini akan membuat ruang sempit ideologi terorisme masuk ke dalam sistem kehidupan masyarakat. Apabila karakter ini dapat dikembangkan dengan baik tentu estefat kepemimpinan dapat menjamin keberlangsungan dari kehidupan bangsa ini," tambah Kepala BNPT RI.
Boy juga mengajak mahasiswa untuk memahami dan menghayati sejarah perjuangan para pahlawan dalam memperkuat jati diri sebuah bangsa.
"Menghayati sejarah bukan hanya memahami penjelasan masa lalu yang pernah terjadi dan fakta yang pernah ada, tetapi lebih jauh dari itu. Sejarah merupakan spirit penentu masa depan yang lebih baik dan gemilang," jelas mantan Kepala Divisi Humas Polri.
Sementara itu Rektor Universitas Syiah Kuala Aceh, Prof Marwan, menuturkan bahwa Dialog Kebangsaan yang dilakukan BNPT memberikan dampak positif. Seluruh civitas akademica yang hadir teredukasi dalam mencegah penyebaran paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
"Kita tentu semuanya sepakat bahwa terorisme adalah musuh kita bersama. Bangsa akan sulit untuk tumbuh dan melanjutkan pembangunannya jika radikalisme dan ancaman terorisme terus menggerogoti keutuhan bangsa kita," jelas Marwan.
Prof Marwan menegaskan bahwa pencegahan dari pengaruh terorisme menjadi tanggung jawab bersama. Universitas Syiah Kuala sendiri akan terus menggunakan lingkungan perkuliahan untuk edukasi pencegahan dari pengaruh radikal teroris.