Oleh : Rindawati Maulina, Manajer di Bank Indonesia dan Kandidat Doktor DSM-ITB
REPUBLIKA.CO.ID,
Munculnya berbagai kasus penyelewengan berbagai aset wakaf di Indonesia hingga hari ini membuat miris dan memunculkan pertanyaan mengapa bisa terjadi dan bagaimana yang harus kita lakukan?
Alquran memang tidak mendefinisikan wakaf secara eksplisit namun penerapannya merupakan penafsiran berdasarkan contoh langsung Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan para Sahabat. Sebagian ulama berpendapat wakaf pertama dilakukan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam saat menyerahkan tanah untuk pendirian masjid. Sebagian lain berpendapat Umar bin Khattab radhiyallahu anhu yang pertama mencontohkan wakaf saat beliau meminta saran Rasulullah ats sebidang tanah di Khaibar.
Meskipun menganut pendapat yang berbeda, dari masa ke masa umat Muslim berlomba-lomba berwakaf. Hingga di beberapa negara Islam seperti Turki, wakaf telah menjadi simbol peradaban Islam yang rahmatan lil’alamin. Sejak lahir hingga meninggal, seseorang mendapatkan jaminan dari berbagai harta wakaf.
Setelah kolonialisme oleh bangsa barat, wakaf yang manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa memandang apa agamanya, mengalami hambatan. Wakaf dianggap merugikan kaum kapitalis sehingga prakteknya sering dibenturkan dengan hukum positif.
Di Indonesia pun hingga saat ini cukup banyak ditemui kasus penyelewengan terhadap aset wakaf. Padahal, aset wakaf tidak boleh diganggu gugat, disita, dijual apalagi hilang karena aset wakaf adalah milik Allah, bukan milik manusia. Lalu siapa yang harus menjadi garda terdepan menjaganya? Dengan menelusuri penyebab penyelewengan, maka pemerintah, wakif, nazir, dan umat Muslim adalah empat aktor yang berperan penting dan harus berkolaborasi.
Berbagai penelitian ilmiah membuktikan wakaf sangat membantu pemerintah dalam meringankan beban belanja negara, terutama untuk kebutuhan publik seperti di sektor pendidikan dan kesehatan. Bahkan di saat guncangan ekonomi, pemberdayaan aset wakaf mampu membiayai berbagai kebutuhan masyarakat tanpa bergantung pada pemerintah. Potensi wakaf yang luar biasa ini mendorong munculnya berbagai inisiatif.
Di Indonesia, salah satu upaya yang ditempuh yaitu menggaungkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada 2021. Pemerintah berharap literasi masyarakat terhadap wakaf, terutama wakaf dalam bentuk uang meningkat. Sayangnya di tengah gempita GNWU, berbagai kasus sengketa aset wakaf masih terjadi.
Pemerintah diharapkan memberikan jaminan bagi keberlangsungan berbagai aset wakaf yaitu dengan membuat payung perlindungan dan bantuan hukum, memperkuat aspek kelembagaan dan harmonisasi peraturan antar lembaga, serta penyiapan aspek sumber daya manusia. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap berbagai program harus terus dilakukan dan bersedia menerima masukan dan kritik.
Wakif turut berperan terhadap kelestarian harta wakaf karena merupakan investasi untuk tujuan akhiratnya. Jika kita saja bisa agresif dalam menuntut imbal hasil dari instrumen investasi dunia padahal kita yakin sementara, tidak dibawa mati, kenapa kita tidak egois pada harta wakaf yang kita yakini merupakan investasi amal jariyah yang tidak terputus bahkan saat kita sudah meninggal? Ekspektasi ini sangat memerlukan keaktifan Wakif dan ahli waris untuk memonitor dan mengevaluasi penggunaan harta wakafnya. Sudah amankah status harta wakaf? Sudah amanahkah Nazir? Sudah sejauh apa perkembangan harta wakaf kita?
Aktor berikutnya yang cukup penting tentunya para Nazir. Kesadaran Nazir akan beban amanah menjaga dan mengelola harta wakaf sangat krusial. Hanya Nazir yang tidak paham tanggung jawab dunia akhirat maka akan membiarkan harta Allah ini diselewengkan. Padahal mereka adalah operator harta Allah.
Berbagai penelitian ilmiah juga telah membuktikan bahwa hambatan pengelolaan harta wakaf di Indonesia dan negara lain disebabkan oleh terbatasnya kapasitas dan kapabilitas Nazir. Berangkat dari isu ini maka Badan Wakaf Indonesia (BWI) didirikan oleh pemerintah Indonesia untuk menjalankan salah satu tugasnya yaitu melakukan pembinaan kepada para Nazir mengelola dan mengembangkan wakaf.
Nazir jangan hanya berlomba mendapatkan dan memegang harta wakaf tapi juga perlu menimbang kapasitas dan kemampuan pengelolaan agar amanah. Data dari BWI menunjukkan bahwa banyak aset wakaf yang belum dikelola secara benar apalagi produktif. Dari catatan Badan Pertanahan Nasional (BPN), aset wakaf berupa tanah yang sudah tersertifikasi pada April 2022 masih di bawah 60 persen dari luas total sekitar 56 ribu hektar yang tersebar di 430 ribu lokasi di Nusantara.
Dari kelengahan ini maka memicu kemunculan berbagai kasus penyelewengan. Pada saat terjadi sengketa tanah wakaf di beberapa tempat strategis, masih banyak Nazir bingung harus berbuat apa. Akhirnya berujung mengalah pada kekuatan hukum mafia tanah yang menyebabkan aset wakaf umat hilang. Atau jika digantipun hanya memindahkannya ke lokasi tidak strategis, menyebabkan nilai harta menurun drastis.
Contoh lain pengelolaan yang belum baik, aset wakaf berupa Masjid didirikan tapi kelamaan kotor dan malah ambruk. Operasionalisasi masjid justru menjadi biaya umat karena sebagian besar mengandalkan infak jamaah. Inovasi mencari sumber dana produktif lain akan dapat mengurai hambatan pengembangan wakaf.
Selain itu, kolaborasi antar Nazir diperlukan untuk melawan apapun bentuk penyelewengan terhadap harta Allah. Jika tetap diabaikan, sudah siapkah pada saat datangnya hari hisab semua ini dibuka dan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah?
Aktor terakhir adalah umat Muslim. Sebagai penerima manfaat aset Allah, aktor ini merupakan moderasi pencegah penyelewengan. Dalam marketing, Kotler menyebutkan “People” adalah elemen penting. Dalam wakaf, meskipun hanya sebagai penerima manfaat, keterlibatan umat dapat powerful.
Strategi word of mouth yang popular dalam marketing juga terbukti handal mendukung atau menghancurkan dalam sekejap keberadaan produk, image dan reputasi bisnis. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan harta wakaf karena Allah Maha Kaya. Justru manusia lah yang membutuhkannya. Sehingga dengan kekuatan umat maka kita akan mampu menjaga keberlangsungan harta Allah dari setiap penyelewengan.
Perdalam dan berbagi pengetahuan wakaf, laporkan pengelolaan yang tidak optimal, dan bentuk komunitas waspada penyelewengan dan perlindungan wakaf. Langkah-langkah ini InsyaaAllah semakin memperkuat posisi berbagai harta wakaf. Jika kita belum sanggup berwakaf, setidaknya kita sudah menjadi pejuang Allah dalam menjaga harta-Nya, yang sekali lagi manfaatnya pun sesungguhnya diberikan oleh Allah sebagai tanda kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia. Wallahu a’lam bish-shawab.