REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tahun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan Rp 19,6 triliun untuk mengangkat ratusan ribu guru honorer di Indonesia. Padahal, ada target pengangkatan honorer sebanyak satu jura orang lewat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Wakil Ketua Komisi X DPR, Agustina Wilujeng Pramestuti menilai, anggaran yang digelontorkan untuk pengangkatan guru honorer menjadi PPPK itu masih kurang. Apalagi, jika melihat target pengangkatan guru honorer seluruh Indonesia.
Ia menerangkan, setiap kali pengangkatan 100 ribu orang guru honorer, terdapat tambahan anggaran paling tidak sebesar Rp 7 triliun. Tapi, kalau tahun lalu diberi Rp 19,6 triliun, tahun depan seharusnya dapat ditingkatkan anggarannya.
Agustina menjabarkan, anggaran yang dialokasikan pemerintah hanya dapat digunakan menggaji guru-guru yang diangkat pada tahun pertama. Sedangkan, untuk guru yang diangkat pada tahun berikutnya belum memiliki alokasi anggaran. "Rp 19,6 triliun saya bilang uangnya tidak cukup, harus lebih banyak lagi," kata Agustina, Senin (20/12/2022).
Ia berpendapat, kurangnya alokasi anggaran itu karena distribusi anggaran dana fungsi pendidikan tidak hanya mengalir ke Kemendikbudristek dan Kemenag. Tapi, tersebar di banyak kementerian-kementerian maupun lembaga-lembaga.
Sebenarnya, lanjut Agustina, ini sudah ingin diatur dalam revisi Undang-Undang Sisdiknas. Tujuannya, agar kembali konsentrasinya untuk PAUD, SD, SMP, SMA dan sekolah reguler S1. Ia melihat, situasi menjadi rumit karena sistem yang lama.
Agustina mengingatkan, sistem pendidikan nasional yang lama itu masih saja diterapkan ketika tantangan sudah jauh ke depan. Ia berpendapat, dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan, pemerintah harus menyesuaikan antara sistem dan kebutuhan anggaran.
"Sistem yang dibuat itu bagus sekali, tapi kalau itu diaplikasikan ke seluruh Indonesia, artinya hampir separuh dana pendidikan Rp 610 triliun itu harus diberikan untuk dua kementerian saja, Kemendikbud dan Kemenag," ujar Agustina.
Agustina berpendapat, sistem yang dibuat Menteri Dikbudristek, Nadiem Makarim, sudah sangat bagus. Karenanya, ia mengaku optimistis bila itu direalisasikan, mutu pendidikan Indonesia bisa berkembang dan menyusul negara-negara maju.