REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jimly School of Law and Government (JSLG) mengeluarkan sejumlah catatan evaluasi terkait penegakkan hukum pada tahun ini. JSLG menyoroti, aksi oknum aparat yang membekingi tambang ilegal.
Wakil Direktur JSLG Wahyu Nugroho mengamati, kasus dugaan beking tambang ilegal yang mengemuka pada tahun ini. Dia menilai, kasus ini kerap muncul, tapi tak pernah diselesaikan dengan tuntas.
"Mencuatnya kembali beking tambang illegal dan mafia tanah oleh oknum aparat TNI-Polri, yang merupakan permasalahan lama tak terselesaikan," kata Wahyu dalam konferensi pers catatan akhir tahun JSLG pada Jumat (23/12/2022).
Wahyu memandang, dibutuhkan komitmen bersama di antara aparat penegak hukum dan pemerintah guna mengatasi masalah itu. Salah satu solusinya bisa melalui pembentukan satgas dari berbagai unsur yang langsung dibawah tanggungjawab Presiden dalam bentuk Perpres.
"Pembentukan Satgas Pemberantasan Tambang Illegal melalui Peraturan Presiden dari berbagai unsur kementerian/lembaga terkait, kepolisian, kelompok masyarakat sipil, dan akademisi," ujar Wahyu.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri baru saja menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus penambangan ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), salah satunya milik mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong.
Kasus ini berdasarkan laporan polisi nomor LP: A/0099/II/2022/SPJR Dittipiter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal. Kegiatan tambang ilegal ini telah berlangsung sejak awal November 2021 bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kalimantan Timur.
Ismail Bolong adalah pebisnis tambang batubara ilegal yang pada saat itu juga dalam penyelidikan Divisi Propam lantaran dituding memberikan uang-uang setoran ke sejumlah petinggi di Mabes Polri. Nama Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto, disebut menerima uang dari Ismail Bolong sepanjang September sampai November 2021. Agus membantah tuduhan tersebut.
Selain dugaan kasus beking ilegal, JSLG mendapati aparat masih dihantui sejumlah kasus. Misalnya pada Januari 2022 dalam kasus kerangkeng manusia di rumah bupati Langkat nonaktif yang melibatkan unsur TNI-Polri dalam tindakan penyiksaan dan kekerasan atas hasil investigasi Komnas HAM.
Selanjutnya, pada Februari 2022 muncul tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap warga di Desa Wadas Purworejo Jawa Tengah atas proyek penambangan batu andesit untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
"Melakukan kajian secara komprehensif multidisiplin atas berbagai proyek strategis nasional dan pembangunan infrastruktur yang mempertimbangkan dimensi HAM dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang terdampak langsung," ujar Direktur JSLG Muhammad Muslih.
Pelanggaran HAM berlanjut tindakan kekerasan dan penyiksaan oleh aparat Polri-TNI, mutilasi terhadap warga sipil di Mimika, Papua.
"Ada juga kasus polisi tembak polisi dengan berbagai peran dan obstruction of justice dalam proses hukum," ujar Muslih.