Ahad 25 Dec 2022 15:37 WIB

Senator Papua: UU Otsus Seperti Cek Kosong

Senator Papua Yorrys Raweyai sebut UU otonomi khusus di Papua seperti cek kosong.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai sebut UU otonomi khusus di Papua seperti cek kosong.
Foto: Nugroho Habibi/Republika
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai sebut UU otonomi khusus di Papua seperti cek kosong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD daerah pemilihan (Dapil) Papua yang juga Ketua Komite II DPD Yorrys Raweyai menyampaikan refleksi politik pada 2022, khususnya yang terjadi di Papua. Ia mengajak publik untuk tidak melupakan konstelasi sosial dan politik yang berlangsung di ujung timur Indonesia, yakni Papua.

Termasuk ihwal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang  Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua itu diteken Presiden Jokowi (Jokowi) pada Senin (19/7/2021). Menurutnya, muatan undang-undang tersebut sangat ideal sebagai usaha mempercepat pembangunan kesejahteraan dan peningkatan pelayanan publik yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Namun, muatan ideal itu cenderung tidak memiliki pengaruh signifikan untuk melahirkan perubahan. "UU Otonomi Khusus yang baru itu seperti cek kosong yang melompong, menyamakan persepsi melalui sosialisasi menyeluruh dan berkesinambungan tidak kunjung terwujud. Padahal, begitu banyak figur representatif yang bisa diajak bekerja sama untuk mewujudkan kesamaan persepsi tersebut," ujar Yorrys lewat keterangannya, Ahad (25/12).

Kebijakan baru tersebut tidak diterima begitu saja, melainkan dipenuhi dengan pergolakan paham dan pemikiran. Belum lagi, aturan turunan berupa peraturan pemerintah yang tidak kunjung dipahami bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sejak Otonomi Khusus Jilid II diundangkan, pemerintah telah mengeluarkan dua peraturan turunan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua. Serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Terakhir pada 2022, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 121 tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Namun hingga saat ini, elemen kedaerahan dari Papua belum merespon aturan-aturan turunan tersebut.

"Satu hal yang menjadi pertanyaan besar, hingga saat ini elemen kedaerahan yang terdiri dari pemerintah daerah (termasuk DPRP) serta lembaga kultural MRP tidak satupun merespons aturan-aturan itu dalam bentuk peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah khusus," ujar Yorrys.

"Bisa dipastikan, masa depan Papua cenderung didominasi persepi pemerintah pusat," sambungnya menegaskan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap pembentukan empat daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Papua bisa menjadi cara mengubah atau game changer penyelesaian masalah yang ada di Papua. Baik persoalan kesejahteraan maupun keamanan.

Dia juga berharap pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan tiga DOB lainnya ini akan membuat pelayanan kepada masyarakat Papua semakin massif. Sebab, selama ini pelayanan di wilayah Papua yang begitu luas itu hanya terpusat di Provinsi Papua dan satu di Papua Barat.

"Nah sekarang (di Papua) oleh empat provinsi, di Papua Barat menjadi dua provinsi, kita harapkan pelayanannya akan lebih masif kepada masyarakat dan itu kunci saya kira upaya  percepatan untuk pembangunan Papua," ujar Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement