REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) membuka peluang penggunaan teknologi robot guna membantu persidangan. Diharapkan penggunaan robot dapat mengurangi potensi kecurangan hingga korupsi.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi menyampaikan MA melakukan penataan penanganan perkara dengan memanfaatkan teknologi informasi dan artifisial intelejen atau kecerdasan buatan. MA ingin supaya Majelis Hakim yang menangani suatu perkara ditentukan secara acak. Penentuannya bisa didasarkan kemampuan dan beban kerja Hakim Agung.
"Penunjukan majelis hakim Agung kasasi dan Peninjauan Kembali menggunakan kecerdasan robot dengan data penekanan beban kerja, dan keahlian serta random agar tidak dapat ditebak oleh orang," kata Sobandi kepada wartawan, Selasa(27/12/2022).
MA menganalisa persepsi publik yang menganggap majelis hakim bisa dipesan oleh segelintir orang. MA membantah persepsi tersebut. MA lantas coba mencegah persepsi itu terus berlanjut lewat penentuan majelis hakim secara robotik.
"Robotik untuk menghindarkan dugaan publik bahwa majelis hakim dapat dipesan oleh para pihak yang ngurus perkara, meskipun sebenarnya tidak terjadi seperti dugaan publik tetapi lebih baik kita perbaiki sistem tersebut," ujar Sobandi.
Selain itu, MA menerapkan pemantauan terhadap pegawainya dan siapapun yang berada di Gedung MA lewat kamera pengawas. Penempatan kamera pada lokasi-lokasi tertentu yang sudah ditentukan. "Memasang CCTV di beberapa titik rawan penyimpangan perilaku baik untuk internal maupun eksternal misal di kantin, tempat parkir," ucap Sobandi.
MA kemudian memperkuat kedisiplinan kerja pegawai dengan memodifikasi aplikasi presensi kehadiran menggunakan foto wajah (facescan) dan penguncian lokasi presensi hanya di lokasi kantor. Presensi ini dimonitor langsung oleh atasannya dan satgas Badan Pengawasan MA.
"MA juga menurunkan satgas kedisiplinan pegawai dari badan pengawasan yang langsung bergerak mengawasi kegiatan keluar masuk di lingkungan MA," sebut Sobandi.