REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Bandung mengungkapkan permintaan masyarakat terhadap kosmetik yang tinggi memicu peredaran produk ilegal. Sepanjang tahun 2022 dilakukan 12 kali penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal dengan total nilai ekonomi mencapai Rp 7,3 miliar.
"Ini ada (produk ilegal) kan karena ada keinginan dan kebutuhan masyarakat jadi diproduksi tapi kalau masyarakat sadar ini bahaya pasti tidak ada. Jadi kami harapkan masyarakat paham," ujar Kepala Balai BPOM Bandung Sukriadi Darma kepada wartawan saat rilis akhir tahun kinerja tahun 2022 di kantor BPOM Bandung, Kamis (29/12/2022).
Ia mengatakan 12 kali penindakan meliputi produk kosmetik yang diproduksi tanpa kewenangan secara rumahan dan industri serta obat tradisional. Petugas pun menindak tempat produksi tahu yang menggunakan bahan formalin di Bogor dengan omzet mencapai miliaran rupiah.
"Jadi ada 12 kita tangani dari target 11 dan nominalnya mencapai Rp 7,3 miliar seluruhnya. Ada pangan, obat tradisional, kosmetik, dan obat," katanya.
Sukriadi mengatakan barang-barang hasil penindakan diamankan yaitu susu tanpa izin edar, kosmetik berbahan baku yang berbahaya, produk KW. Obat tradisional sendiri mengandung bahan kimia serta produk bahan baku untuk membuat kosmetik ilegal serta mesin membuat tahu berformalin.
Ia melanjutkan penindakan dilakukan di berbagai tempat seperti tahu berformalin di Bogor, obat tradisional di Bekasi, Kosmetik di Sumedang. Serta Kota Bandung dan wilayah Garut.
"Penindakan berdasarkan informasi yang sifatnya pelapor dirahasiakan, dan kemudian dianalisis sekaligus melalui pengujian apakah ini benar," katanya.
Jika dibandingkan dengan tahun 2021, ia menjelaskan tidak terdapat perbedaan signifikan produk ilegal yang diamankan dan para pelakunya. Namun, para pelaku menyasar kelas-kelas tertentu.
"Pada prinsipnya tidak ada perbedaan signifikan penindakan tahun ini dan sebelumnya, tapi pada prinsipnya pelaku yang kita tindak ini rata-rata menyasar kelas tertentu," katanya.
Sukradi mencontohkan penggunaan kosmetik ilegal masif di desa memanfaatkan kondisi pandemi yaitu masyarakat cenderung di rumah. Selain itu petugas juga melakukan patroli di dunia maya.
"Kita dapatkan produksi di rumahan oleh seorang ibu kemudian tidak dibekali keahlian dan kita dapatkan," katanya.