Sabtu 31 Dec 2022 07:24 WIB

774 Juta Anak di Dunia Terdampak Darurat Krisis Iklim, Indonesia Urutan Ke-9

Anak-anak Indonesia berada di urutan ke-9 yang terdampak krisis iklim.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Sejumlah anak bermain di perkampungan kumuh tepi rel kereta api di Ancol, Pademangan, Jakarta.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sejumlah anak bermain di perkampungan kumuh tepi rel kereta api di Ancol, Pademangan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan terkini Save the Children Generation Hope tahun 2022 secara global memaparkan bahwa diperkirakan 774 juta anak di seluruh dunia, atau sepertiga dari populasi anak di dunia, hidup dengan dampak ganda, yaitu kemiskinan yang parah dan darurat iklim. Indonesia menempati peringkat ke-9 tertinggi secara global terkait jumlah anak yang mengalami ancaman ganda tersebut.

“Krisis iklim adalah krisis terhadap hak-hak anak. Anak-anak terancam menghadapi kemiskinan jangka panjang, dan sangat berdampak pada hak pendidikan, kesehatan, dan perlindungan,” kata Troy Pantouw, Chief of Advocacy, Campaign, Communication, Media & MarkComm Save the Children Indonesia, Jumat (30/12/2022).

Baca Juga

Menurut dia, sudah saatnya melakukan aksi adaptasi dan mitigasi untuk memperbaiki keadaan dan memberikan masa depan yang lebih baik kepada anak-anak di Indonesia maupun seluruh dunia. Penggalian data dan informasi dilakukan dengan melakukan survei dan dialog bersama 54 ribu anak dari 41 negara. Itu termasuk di antaranya 20 ribu anak Indonesia yang berpartisipasi. Dijelaskan bahwa 59,8 persen anak merasakan perubahan iklim mempengaruhi lingkungan di sekitar mereka, serta 30,7 persen merasakan ketimpangan ekonomi yang mempengaruhi hak-hak dasar anak.

Laporan Generation Hope juga menunjukkan bahwa lebih dari 60 juta anak di Indonesia pernah mengalami setidaknya satu kali kejadian iklim ekstrem dalam setahun. Fakta ini memperjelas bahwa anak-anak menanggung beban yang tidak proporsional, sebab tumbuh dalam situasi yang mengancam dan anak memiliki faktor-faktor yang membuatnya lebih rentan secara fisik, sosial dan ekonomi.

Di Kabupaten Donggala, seorang Bapak dengan tujuh anak, tinggal di pesisir pantai dan memiliki mata pencaharian sebagai seorang nelayan merasakan krisis iklim secara nyata. Hasil tangkapan ikan setiap hari semakin berkurang, bahkan lebih sering tidak mendapat hasil dan ini berdampak pada perekonomian keluarga, kesehatan, serta pendidikan ketujuh anaknya.

Save the Children menegaskan bahwa jika krisis iklim dan ketimpangan tidak segera ditangani, frekuensi dan tingkat keparahan krisis kemanusiaan serta biaya hidup akan terus meningkat. Beberapa langkah prioritas yang harus dilakukan oleh seluruh pihak, di antaranya adalah mengambil langkah aksi yang nyata dan ambisius untuk membatasi kenaikan suhu maksimal 1,5 derajat celcius.

Selanjutnya, menjalankan komitmen pendanaan iklim untuk mitigasi dan adaptasi yang berpihak pada anak. Kemudian, melibatkan anak-anak sebagai pemangku kepentingan yang setara dan agen perubahan utama dalam mengatasi krisis iklim dan lingkungan. Hal itu termasuk membangun mekanisme dan platform yang ramah anak untuk memfasilitasi keterlibatan mereka dalam penyusunan kebijakan iklim oleh pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement