Selasa 03 Jan 2023 09:56 WIB

Menlu Israel akan Hadiri KTT dengan Negara-Negara Arab

KTT tersebut bakal digelar di Maroko pada Maret mendatang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen (kanan) menghadiri sebuah konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan negara-negara Arab yang hubungannya kian dekat dengan Israel. KTT tersebut bakal digelar di Maroko pada Maret mendatang.
Foto: EPA-EFE/ANTHONY ANEX
Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen (kanan) menghadiri sebuah konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan negara-negara Arab yang hubungannya kian dekat dengan Israel. KTT tersebut bakal digelar di Maroko pada Maret mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen, pada Senin (2/1/2022) mengatakan, dia akan menghadiri sebuah konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan negara-negara Arab yang hubungannya kian dekat dengan Israel. KTT tersebut bakal digelar di Maroko pada Maret mendatang.

Cohen tidak menyebut negara mana saja yang bakal menghadiri KTT itu. Namun, Israel diketahui telah menjalin normalisasi diplomatik dengan empat negara Arab, yakni Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan itu dikenal dengan istilah “Abraham Accords”.

Baca Juga

Cohen mengisyaratkan, dalam KTT Maret mendatang, Israel masih membawa misi normalisasi dengan lebih banyak negara Arab atau Islam. “Memperluas perjanjian (Abraham Accords) ke negara lain bukan perkara ‘jika’, tapi ‘kapan’,” ujarnya.

Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru saja dilantik pada 29 Desember lalu. Netanyahu adalah tokoh yang mencalonkan Eli Cohen untuk menjadi menteri luar negeri di kabinetnya. Cohen merupakan mantan menteri intelijen di pemerintahan Netanyahu sebelumnya.

Cohen dikenal turut berperan signifikan atas keberhasilan negosiasi dalam melahirkan Abraham Accords. Saat kesepakatan itu tercapai pada September 2020, Israel masih dipimpin Netanyahu. Kesepakatan normalisasi dipandang sebagai pencapaian emas dalam karier politik Netanyahu, yang telah enam kali menjabat sebagai perdana menteri.

Pada 2021, Netanyahu harus menanggalkan jabatannya karena tersandung kasus suap dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun, dia berhasil lolos dari jerat hukuman dan kembali memimpin partainya, Likud, berkontestasi dalam pemilu Israel pada awal November 2022. Netanyahu dan blok koalisi sayap kanannya berhasil mengamankan mayoritas kursi di parlemen Israel. Dengan demikian, Netanyahu berhak untuk kembali menduduki kursi perdana menteri.

Sesaat sebelum dilantik, Netanyahu telah menyampaikan bahwa salah satu prioritas kebijakannya adalah memperluas permukiman Yahudi Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Netanyahu pun sempat menawarkan self-rule kepada Palestina. Artinya, Palestina dipersilakan membentuk pemerintahan, tapi tanpa memegang kontrol keamanan. Namun, Palestina dengan tegas menolak tawaran tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement