REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei dari Skala Survei Indonesia (SSI) menunjukkan bahwa mayoritas publik yakni sebesar 63 persen menginginkan agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Survei digelar SSI pada 6 hingga 12 November 2022.
"Mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63 persen masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka," kata Direktur Eksekutif SSI Abdul Hakim sebagaimana rilis yang diterima di Jakarta, Jumat (6/1/2022).
Abdul menyebut hanya sebesar 4,8 persen responden yang menyatakan setuju agar Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Sisanya, lanjut dia, sebanyak 32,2 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Ia menyebut dari yang menyatakan agar Pileg 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, mayoritas responden yakni sebanyak 19 persen beralasan karena memandang dapat mengetahui/melihat calon-calon legislatif nya.
"(Alasan lainnya) dapat memilih langsung calonnya 17,1 persen, hak rakyat dalam menentukan pilihannya 13,8 persen, lebih transparan/terbuka 12 persen dan masyarakat harus mengetahui calon serta partai yang mereka pilih 6,3 persen," ujarnya.
Sementara, lanjut dia, dari yang menyatakan setuju agar Pileg 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup mayoritas responden yakni sebanyak 27,6 persen beralasan karena memandang pemilu langsung berbiaya mahal.
"(Alasan lainnya) terlalu banyak pilihan 20,7 persen, pemilu menjadi lebih lama 10,3 persen, dan berpotensi money politics 6,9 persen," paparnya.
Ia menyebut konstituen partai-partai politik di Indonesia juga mayoritas menghendaki agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Adapun, sebanyak 55,6 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab/rahasia.
Raihan pemilih parpol yang setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional secara berturut-turut yakni PKB (52,2 persen), Partai Gerindra (70,6 persen), PDI Perjuangan (64,1 persen), Partai Golkar (65,4 persen), dan Partai NasDem (60,7 persen). Kemudian, Partai Garuda (100 persen), PKS (72,5 persen), Perindo (78,6 persen), PPP (39,3 persen), PSI (100 persen), PAN (70 persen), Partai Hanura (100 persen), serta Partai Demokrat (67,1 persen).
"Melihat data di atas, bisa disimpulkan bahwa sejati nya keinginan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup ini bukanlah keinginan publik. Perubahan ini lebih banyak diinginkan oleh segelintir elite parpol tertentu," tuturnya.
Dengan memperhatikan aspirasi publik tersebut, ia berpendapat Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tetap mempertahankan keputusan terdahulu yang pernah dibuat yakni pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Keputusan yang sudah pernah dibuat pada tahun 2018 tentang gugatan yang sama, sebaiknya lebih dipertegas kembali untuk terus memapankan arah demokrasi di Indonesia," kata Abdul.
Survei SSI yang dilakukan pada 6 hingga 12 November 2022 itu dilakukan terhadap 1.200 responden dengan metode penarikan acak bertingkat (multistage random sampling). Survei ini memiliki toleransi atau batas kesalahan (margin of error) sekitar 2,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Usia responden yang dijadikan sampel adalah 16 tahun ke atas atau sudah menikah. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka secara langsung dengan responden menggunakan kuesioner.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik, bukan caleg. Siapa calon yang akan menduduki kursi parlemen ditentukan sepenuhnya oleh partai.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun caleg yang diinginkan. Pemenang kursi ditentukan oleh perolehan suara tertinggi. Sistem proporsional terbuka ini berlaku sejak Pemilu 2009 hingga kini.
Penggunaan sistem proporsional terbuka itu, yang tertera dalam Pasal 168 UU Pemilu, kini sedang digugat ke MK. Para penggugat, yang dua di antaranya adalah kader PDIP dan kader Nasdem, meminta agar MK menyatakan sistem proporsional terbuka inkonstitusional. Mereka meminta MK memutuskan pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.