REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Fortify Rights mendesak India menghentikan pesawat tempur Myanmar memasuki wilayah udara negara tersebut. Ini terjadi setelah operasi oleh rezim militer junta Myanmar mengebom sasaran di daerah dekat perbatasan India.
Fortify Rights mengeklaim bahwa angkatan udara Myanmar telah menjatuhkan bom di kedua sisi perbatasan Myanmar-India. Serangan mematikan pada Selasa dan Rabu menargetkan kelompok pemberontak etnis Tionghoa.
"Lima tentara Front Nasional Chin (CNF) tewas, termasuk dua wanita, dalam serangan udara yang dilaporkan dimulai pada Selasa ketika bom dijatuhkan di Camp Victoria kelompok etnis bersenjata di negara bagian Chin Myanmar, yang berbatasan dengan negara bagian Mizoram, India," kata kelompok hak asasi itu dikutip laman Aljazirah, Jumat (13/1/2023).
Dua bom yang dijatuhkan oleh angkatan udara Myanmar juga mendarat di sisi perbatasan India. Wilayah itu dekat desa Farkawn di distrik Champhai Mizoram.
Meski, tidak ada korban luka yang dilaporkan di pihak India. Kelompok HAM itu mendesak India melakukan langkah untuk menghindari jatuhnya korban.
"New Delhi seharusnya tidak mentolerir serangan junta di wilayah udaranya, dan otoritas India harus melakukan segala daya mereka untuk memastikan keamanan warga sipil dan daerah perbatasan,” kata kepala eksekutif Fortify Rights Matthew Smith dalam sebuah pernyataan.
"India tidak boleh membiarkan junta melanjutkan destabilisasi kawasan dengan menggunakan wilayah udara India dalam serangannya dan harus mendukung upaya meminta pertanggungjawaban junta atas kejahatannya," imbuhnya.
Pesawat tempur Myanmar juga telah melanggar wilayah udara Thailand dan Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir. Juru bicara CNF, yang mengaku mewakili sebagian besar minoritas Kristen Chin yang berlokasi di Myanmar barat, Salai Htet Ni mengatakan bahwa tujuh bom dijatuhkan.
“Beberapa rumah kami hancur akibat serangan udara mereka. Satu bom mendarat di sisi India,” katanya.
Jumlah pejuang CNF telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir dan kelompok tersebut menandatangani gencatan senjata dengan militer Myanmar pada 2015. Namun, CNF telah menandatangani perjanjian dengan pasukan yang berperang melawan rezim militer yang merebut kekuasaan di Myanmar pada Februari 2021.