Ahad 15 Jan 2023 04:50 WIB

KLHK Dorong Industrialisasi Pengelolaan Sampah

Ini strategi KLHK menggencarkan ekonomi sirkular dan capai target zero waste 2050.

Pekerja memilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di kawasan Jimbaran, Badung, Bali, Senin (29/8/2022) (ilustrasi). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong kalangan pelaku usaha untuk melakukan industrialisasi pengelolaan sampah serta penerapan ekonomi sirkular.
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Pekerja memilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di kawasan Jimbaran, Badung, Bali, Senin (29/8/2022) (ilustrasi). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong kalangan pelaku usaha untuk melakukan industrialisasi pengelolaan sampah serta penerapan ekonomi sirkular.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong kalangan pelaku usaha untuk melakukan industrialisasi pengelolaan sampah serta penerapan ekonomi sirkular.Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati hal itu sebagai strategi untuk mewujudkan komitmen KLHK guna semakin menggencarkan ekonomi sirkular dan capai target zero waste pada 2050. "Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait cara agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission," kata Vivien dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/1/2023).

Berdasarkan data Ditjen PSLB3 pada 2022, KLHK mencatat sebanyak 64 persen timbulan sampah telah berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional. Dari total 68,5 juta ton sampah nasional, tercatat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik, dan kertas. Sampah botol plastik kemasan dan plastik, lanjut Rosa Vivien, memang sudah sedemikian lama menjadi persoalan.

Baca Juga

Sebelumnya, KLHK melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030. "Permen LHK No. 75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia," kata Vivien.

Target pengurangan tersebut dilakukan dengan,antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar (size up) hingga ke ukuran satu liter, untuk mempermudah pengelolaan sampahnya. Selain itu produsen diminta juga untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).

Sebelumnya lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengeluarkan laporan yang menyebutkan dari total sampah nasional per tahun, sampah plastik menguasai lima persen atau 3,2 juta ton dari total sampah. Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen.

Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik. Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah satu liter seperti gelas plastik, terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan tak bernilai untuk didaur ulang.

SWI dalam laporannya menyebutkan tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka tujuh persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang. Jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30 persen sampai 48 persen dari total penghasilan para pengumpul sampah.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement