REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa jumlah dana hasil kejahatan lingkungan atau green financial crime (GFC) meningkat pada tahun 2022 jika dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatannya mencapai triliunan rupiah.
Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono mengatakan, peningkatan jumlah dana GFC ini berdasarkan hasil analisa terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Hasil analisis ini dibagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, tindak pidana lingkungan hidup. Pada 2021 terdapat 60 LTKM bank dengan nominal Rp 883,2 miliar. Pada tahun 2022, jumlahnya meningkat jadi 191 LTKM bank dengan nominal Rp 3,8 triliun.
Sedangkan LTKM non-bank terkait tindak pidana lingkungan hidup juga naik. Tahun 2021 tercatat 49 LTKM non-bank dengan nominal Rp 145,3 miliar. Lalu naik pada 2022 menjadi 160 LTKM non-bank dengan nominal Rp 184,3 miliar.
Kedua, tindak pidana kelautan dan perikanan. Pada sektor ini, terjadi penurunan. Pada tahun 2021 terdapat 9 LTKM bank dengan nominal Rp 220,1 miliar, lalu turun menjadi 7 LTKM bank dengan nominal 5,2 miliar. Sedangkan LTKM non-bank pada tahun 2021 tercatat 49 dengan nominal Rp 20,1 miliar, lalu turun menjadi 28 dengan nominal Rp 11 miliar.
Ketiga, tindak pidana kehutanan. Tahun 2021 tercatat 30 LTKM bank dengan nominal Rp 1,8 triliun, lalu turun menjadi 33 dengan nominal Rp 1,6 triliun. Adapun LTKM non-bank yang awalnya 28 dengan nominal Rp 38,7 miliar, lantas pada tahun 2022 menjadi 19 dengan nominal Rp 59,9 miliar.
Danang menjelaskan, berdasarkan data di atas, kenaikan dana hasil kejahatan lingkungan terjadi pada sektor tindak pidana lingkungan. Salah satu kejahatan yang termasuk dalam sektor ini adalah tambang ilegal.
Danang menyebut, melonjaknya dana hasil kejahatan pidana lingkungan itu terjadi karena harga komoditas naik signifikan. "Tahun kemarin, harga komoditas Indonesia mengalami kenaikan luar biasa di dunia internasional," kata Danang saat rapat koordinasi (Rakornas) PPATK di sebuah hotel di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Atas temuan tersebut, lanjut Danang, PPATK akan berupaya memberikan data pendukung kepada pemerintah untuk menghentikan tindak pidana lingkungan. Sebab, pemerintah sudah punya kebijakan untuk menyelamatkan kekayaan alam Indonesia tersebut.