Rabu 25 Jan 2023 21:50 WIB

Produsen Minyak Sawit Bakal Hadapi Stagnasi Produksi Tahun Ini

Sepanjang 2022, konsumsi domestik mencapai 20,9 juta ton atau naik 13,82 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk-produk turunannya tidak berlangsung lama, karena akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem industri sawit nasional.
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk-produk turunannya tidak berlangsung lama, karena akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem industri sawit nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri minyak sawit memperkirakan kinerja produksi sawit tahun ini bakal cenderung stagnan, melanjutkan tren sejak 2019 lalu. Di tengah stagnasi produksi itu, industri dihadapkan pada tantangan kemungkinan lonjakan produksi imbas program biodiesel 35 persen atau B35.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Joko Supriyono, memaparkan, capaian produksi sawit selama 2022 mencapai 51,2 juta ton. Terdiri dari minyak sawit mentah (CPO) 46,7 juta ton dan minyak inti sawit (CPKO) 4,5 juta ton.

Baca Juga

Kinerja tersebut tercatat turun 0,1 persen dari total produksi sawit 2021 lalu sebanyak 51,3 juta ton.

"Angka produksi tahun ini saya rasa masih stagnan. Bisa naik sedikit bisa turun sedikit. Tapi cenderung flat," kata Joko dalam konferensi pers Kinerja Industri Sawit 2022 di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Ia menuturkan, salah satu penyebab stagnasi produksi lantaran peremajaan sawit yang cukup terlambat. Apalagi, baik petani swadaya maupun perusahaan perkebuan mengurangi penggunaan pupuk dan diyakini berdampak pada kinerja produksi tandan buah segar (TBS) sawit.

Diketahui, harga pupuk tengah mengalami lonjakan. Terlebih, komoditas sawit kini tak lagi mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi.

"Cara yang paling signifikan bisa merubah produktivitas sebenarnya ya replanting, kalau mau diperbaiki agronominya seperti pupuk itu ya tidak akan signifikan," kata Joko.

Oleh karena itu, setiap pengusaha sawit harus memiliki inisiatif untuk bisa mempertahankan kinerja masing-masing. Gapki terus mendorong agar setiap pelaku industri bisa melakukan peremajaan sawit.

Tak sampai disitu, Joko menyebut, industri menghadapi tantangan kemungkinan adanya kenaikan permintaan domestik. Itu terutama dipicu oleh program B35 yang akan dimulai pada Februari mendatang.

Sepanjang 2022, konsumsi domestik mencapai 20,9 juta ton atau naik 13,82 persen dibandingkan 2021. Tercatat kebutuhan untuk pangan dalam negeri sebesar 2,1 juta ton atau naik 2,7 persen lalu oleokimia 2,1 juta ton meningkat 2,7 persen serta untuk biodiesel 30 persen (B30) sebesar 8,84 juta ton atau tumbuh 20,43 persen.

Joko mengatakan, dengan adanya program B35, kebutuhan untuk B35 bakal mengerek konsumsi sawit untuk biodiesel hingga 13 juta kilo liter atau setara 9,5 juta ton.

"Saya rasa ekspor akan turun karena kebutuhan domestik naik yang cukup besar. Jatah ekspor akan terkurangi," ujarnya.

Sebagai gambaran, sepanjang 2022, ekspor CPO hanya mencapai 30,8 juta ton atau telah mengalami penurunan 8,5 persen dari tahun sebelumnya. Ekspor tahun lalu yang turun utamanya disebabkan oleh kebijakan larangan ekspor oleh pemerintah sejak 28 April hingga 23 Mei 2022.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement