Kamis 26 Jan 2023 15:57 WIB

Pelembagaan Parpol dan Perubahan Sistem Pemilihan Dinilai Perlu Sejalan

Partai yang serius melakukan institusionalisasi cenderung memiliki elektabilitas baik

Seminar Nasional bertema Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung, Kamis (26/1/2023).
Foto: istimewa
Seminar Nasional bertema Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung, Kamis (26/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Indonesia (UI), Hasto Kristiyanto, mengatakan partai politik, termasuk PDIP memiliki tantangan berat dalam membangun kepercayaan (trust) masyarakat. Dan upaya perubahan partai politik (parpol) harus juga disertai perubahan sistem pemilihan.

Hasto mengatakan pihaknya mengapresiasi hasil riset yang menemukan PDIP menjadi yang tertinggi dalam party id atau identifikasi masyarakat terhadap parpol, dan dipersepsikan paling positif di dalam melakukan pelembagaan partai. Masalahnya, walau tertinggi, secara total angka party id seluruh partai politik sangat rendah, yakni hanya 6,8 persen. 

Baca Juga

“Ini tolak ukurnya kepuasannya sangat rendah. Ya di satu sisi ini tantangan buat parpol untuk membangun trust. Dan di sisi lain, ini salah satu sebabnya liberalisasi politik, dan juga sistem proporsional terbuka yang menyebabkan party id tereduksi oleh elektoral individual-individual yang seringkali tidak membawa platform dan ideologi parpol. Maka sikap PDI Perjuangan mendorong untuk proporsional tertutup,” kata Hasto dalam keterangan persnya, Kamis (26/1/2023).

Dengan sistem proporsional tertutup, maka untuk menjadi pemimpin legislatif harus melalui persiapan, tidak bisa hanya berbasis elektoral dan popularitas. Seorang yang populer harus memahami bagaimana fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, misalnya.

“Partai punya tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan partai tidak bisa terlepas dari kepentingan rakyat itu. Kita melihat pendidikan kita tertinggal, maka partai memberikan sentuhan bagaimana politik pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa. Ini harus dijawab juga oleh partai melalui kebijakan-kebijakan politiknya,” urai Hasto.

Hal itu disampaikannya menjawab wartawan di sela Seminar Nasional bertema “Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional” yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung, Kamis (26/1/2023). Hasto menjadi salah satu pembicara bersama Burhanuddin Muhtadi dan Ketua Kaprodi SKSG Dr. A.Hanief Saka Ghafur.

Pakar Politik dari Indikator Politik, Dr. Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan, tentang Party id yang drop itu ada kaitannya dengan hilangnya sistem proporsional tertutup. Saat sistem pemilu kita masih proporsional tertutup tahun 1999, party id masih di atas 80 persen. Tapi ketika proporsional terbuka diperkenalkan tahun 2009, tingkat kedekatan partai dengan pemilih drop sampai 20-an persen.

“Pertanyaannya kenapa? Karena dalam proporsional tertutup itu yang bertarung adalah partai, karena orang nyoblos partai. Tapi dalam sistem proporsional terbuka, itu aktor atau pemainnya bukan hanya partai, tapi caleg-calegnya pun bertarung. Dan ketika para caleg bertarung, tidak ada insentif untuk mempromosikan ideologi partai,” urai Burhanuddin.

“Kenapa? Karena caleg dalam satu partai pun bertarung satu sama lain. Yang terjadi adalah kapitalisasi. Uang menjadi sangat penting untuk membedakan antara satu caleg dengan caleg lainnya dalam satu partai. Akhirnya orang tak bicara platform partai. Itu yang membuat publik makin jauh dengan ideologi partai,” katanya.

Karena sistem proporsional tertutup juga ada kelemahannya, Doktor Burhanudin Muhtadi menawarkan mix proporsional system, yakni satu formula dimana kelebihan proporsional tertutup dan kelebihan proporsional terbuka disatukan.

Dia merinci model Jerman, yang punya 299 dapil. Setiap pemilih diberi dua kertas suara. Satu untuk memilih partai, dan satu kertas untuk memilih caleg.

“Kenapa dua? Satu buat kader partai bisa masuk melalui jalur partai. Tetapi untuk kedaulatan pemilih, mereka diberi peluang untuk memperebutkan caleg. Di Jerman, ini cukup sukses mengurangi jumlah partai dan mengurangi jumlah politik uang secara masif,” kata Muhtadi.

Burhanuddin Muhtadi juga bicara soal proses institusionalasi partai di Indonesia, yang ternyata punya pengaruh baik untuk elektabilitas parpol. Riset pihaknya menemukan, partai yang serius melakukan institusionalisasi cenderung memiliki elektabilitas yang baik.

“Kita tanya masyarakat mana partai yang serius melakukan institusionalisasi partai maka itu PDI Perjuangan yang paling tinggi. Kedua Gerindra, ketiga Golkar, keempat Demokrat, kelima PKS. Mereka yang masuk 5 besar dengan kelembagaan partai, ternyata paralel dengan elektabilitas partai saat ini. 5 besar partai dengan elektabilitas tertinggi saat ini, dengan 5 besar partai dengan kelembagaan partai yang kuat, itu sama susunannya,” beber Burhanuddin Muhtadi.

“Artinya kalau partai-partai serius memperbaiki kelembagaan partainya, maka juga akan mendapat insentif elektoral,” tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement