REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Candi Borobudur merupakan warisan budaya dunia yang selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) untuk dikunjungi. Ramainya wisatawan di Candi Buddha terbesar di dunia ini juga meramaikan sejumlah objek wisata lain di sekitar kawasan tersebut.
Objek wisata berupa cagar budaya peninggalan agama Buddha ini dalam pemanfaatannya tidak berorientasi pada konsep buddhism, tetapi lebih kepada konsep wisata secara global. Artinya, orang dari berbagai agama bisa beraktivitas pada kegiatan wisata di Borobudur.
Bagi wisatawan Muslim tidak perlu khawatir jika berwisata ke Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, karena PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWC) selaku pengelola wisata di candi tersebut telah menyediakan beberapa mushala untuk pengunjung menjalankan shalat lima waktu. Begitu juga di kawasan sekitar candi, hampir setiap kampung berdiri bangunan masjid maupun mushala yang terbuka untuk umum.
General Manager Unit Borobudur Jamaludin Mawardi menyampaikan, kebutuhan wisata halal juga terkait makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang disajikan dan dinikmati oleh wisatawan tentu sesuai aspek kehalalan.
Selain makanan dan minuman halal, juga perlu diperhatikan untuk pemenuhan keperluan tempat beribadah, khususnya untuk kaum Muslim. Kalau berbicara Muslim, berarti ada kebutuhan tempat shalat, yakni mushala atau masjid.
Oleh karena itu, menjadi perhatian pengelola Borobudur bagaimana umat Islam berwisata pada Jumat agar tetap bisa ikut Shalat Jumat. Semua itu menjadi satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari konsep wisata halal.
PT TWC yang merupakan salah satu perusahaan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak secara spesifik mengeklaim bahwa di Borobudur ini wisata halal. Namun, justru kebutuhan para wisatawan bisa dipenuhi, misalnya umat Buddha mau berkegiatan di Borobudur untuk ritual sembahyang, ada ruang yang bisa dimanfaatkan, kemudian bagi Muslim ada tempat wudhu dan mushala.
Dalam penataan marga utama Candi Borobudur, beberapa waktu lalu juga dibangun mushala baru di area tersebut yang lebih luas dan lebih representatif dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan Muslim akan tempat ibadah. Sebelumnya, juga telah ada mushala di depan penitipan barang, kemudian di sebelah tenggara Museum Borobudur.
Meskipun objek wisata ini cagar budaya agama Buddha, tetapi kebutuhan akan mushala itu menjadi penting dan pokok karena mayoritas pengunjung juga Muslim. Di sekitar Candi Borobudur juga ada masjid, sehingga bagi wisatawan Muslim tidak harus meninggalkan syariatnya, selain juga bisa mendapatkan makanan yang halal, dan sebagainya.
Hotel yang berada dalam satu kompleks di Taman Wisata Candi Borobudur juga memiliki kebijakan sama. Bagi wisatawan Muslim yang menginap di hotel itu, Jamaludin memastikan bahwa makanan yang disajikan juga baik dari sisi bahan bakunya maupun dari materialnya yang direkomendasikan bersertifikasi halal. Misalnya bumbu lokal produksi dalam negeri yang sudah disertifikasi halal oleh MUI, sehingga menghasilkan makanan yang halal.
"Sekali lagi konteksnya kami tidak spesialisasi, tetapi menyiapkan, misalnya makanannya tidak menyediakan unsur babi atau bahan-bahan yang mengandung unsur minyak babi, sehingga kehalalannya terjamin. Ini salah satu bentuk upaya menuju wisata halal," katanya.
Ketua Paguyuban Kampung Homestay Borobudur Muslich menyampaikan, terkait wisata halal yang sekarang sedang digalakkan, tanpa branding syariah sebenarnya Kampung Homestay Borobudur sudah menerapkannya. Artinya, dari segi makanan maupun penyajian, kampung Homestay Borobudur itu pemiliknya bukan pengusaha atau orang kaya, tetapi masyarakat biasa, seperti petani, pedagang atau pegawai kecil yang berusaha menangkap peluang yang ada di sekitar Candi Borobudur.
Secara kebetulan, Kampung Homestay Borobudur itu pemiliknya semua Muslim. Sehingga masalah halal sudah bisa terjaga dengan sendirinya, baik itu dari segi makanan maupun minuman. Di Kampung Homestay Borobudur, bahkan satu kampung tidak ada yang menjual minuman beralkohol.
Kemudian, saat menginap di Kampung Homestay Borobudur pun pengunjung tidak boleh membawa minuman beralkohol. Hal itu sudah menjadi standar operasional prosedur (SOP) bagi yang mau bermalam.
Kampung Homestay Borobudur juga tidak menerima tamu pasangan yang bukan suami istri, yaitu dengan menanyakan atau menyampaikan langsung kepada konsumen yang memesan kamar, bahwa warga tidak menerima pasangan bukan suami istri untuk bermalam.