REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik aset milik Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Hal ini ditelusuri dengan memeriksa empat orang saksi pada Kamis (2/2/2023).
Tiga saksi yang terdiri dari dua pihak swasta bernama Yonater Karomba dan Hendrika Josina Sartje Dina Hindom, serta seorang notaris Herman diperiksa di Polda Papua. Sementara itu, satu saksi lainnya, yakni Komisaris PT Bintuni Energy Persada, David Manibui diperiksa di Lapas Sukamiskin, Bandung.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset bernilai ekonomis dari tersangka LE (Lukas Enembe)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/2/2023).
KPK juga sejatinya memeriksa empat saksi lainnya terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi ini. Mereka adalah PNS Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua Dius Enumbi, Plt Kepala Biro Layanan PBJ (BLPBJ) Setda Provinsi Papua Debora Salossa, wiraswasta Imelda Sun, dan pihak swasta bernama Pondiron Wonda.
Namun, Ali menyebut ketiganya tidak memenuhi panggilan penyidik. "Para saksi tidak hadir dan penjadwalan ulang kembali dilakukan," ujarnya.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.