REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sebanyak 16 tokoh pro-demokrasi Hong Kong diadili pada Senin (6/2/2023). Pengadilan ini baru dilakukan setelah lebih dari dua tahun penangkapan mereka.
Para terdakwa adalah orang-orang yang mengaku tidak bersalah dari 47 orang yang ditangkap dalam penggerebekan pada Januari 2021 dini hari. Mereka didakwa dengan konspirasi melakukan subversi karena berpartisipasi dalam pemilihan pendahuluan tidak resmi pada 2020.
Jaksa menggambarkan pemilihan utama yang diadakan untuk memilih kandidat terkuat untuk ikut serta dalam pemilihan legislatif yang akan datang adalah rencana jahat untuk menumbangkan pemerintah. Pemilihan itu dinilai mendatangkan penghancuran timbal balik di kota dengan mengambil kendali parlemen kota.
Sebanyak 13 dari mereka yang ditangkap diberikan jaminan pada 2021. Sementara 34 lainnya, termasuk 10 yang mengaku tidak bersalah telah berada dalam tahanan pra-sidang atas dasar keamanan nasional.
Kasus yang berlarut-larut dan berprofil tinggi itu menuai kecaman internasional. Jaksa pemerintah berulang kali meminta lebih banyak waktu untuk menyiapkan dokumen hukum dan mengumpulkan lebih banyak bukti.
"Persidangan ini bukan hanya pengadilan terhadap 47 pemimpin oposisi tetapi juga pengadilan bagi penduduk yang telah mendukung gerakan pro-demokrasi selama beberapa dekade," kata peneliti di Pusat Hukum Asia Georgetown di Washington Eric Lai.
Jaksa penuntut umum menyatakan, persidangan diperkirakan akan berlangsung 90 hari, dengan tiga terdakwa diharapkan untuk bersaksi melawan yang lain. Mereka yang mengaku tidak bersalah termasuk mantan jurnalis Gwyneth Ho, aktivis Owen Chow, mantan anggota parlemen Leung Kwok-hung, dan anggota serikat buruh Winnie Yu.
"Orang-orang sebenarnya yang perlu diadili sama sekali bukan kami. Kami sama sekali tidak bersalah," tulis Chow di halaman Facebook pribadi pada September tahun lalu.
Sedangkan 31 orang yang mengaku bersalah, termasuk mantan profesor hukum Benny Tai dan aktivis Joshua Wong. Mereka baru akan dijatuhi hukuman setelah persidangan.
Menteri Kehakiman Paul Lam menolak pengadilan juri bagi para terdakwa. Kasus ini akan disidangkan oleh tiga hakim Pengadilan Tinggi yang ditunjuk berdasarkan undang-undang keamanan nasional, Andrew Chan, Alex Lee, dan Johnny Chan. Proses praperadilan sebagian besar tertutup dari publik sampai Hakim Lee setuju untuk mencabut pembatasan pelaporan pada Agustus.
Pemerintah Barat mengkritik undang-undang keamanan nasional 2020 sebagai alat untuk menghancurkan perbedaan pendapat di bekas jajahan Inggris itu. Pihak berwenang China dan Hong Kong mengatakan, undang-undang tersebut telah membawa stabilitas ke pusat keuangan Asia setelah protes besar-besaran pro-demokrasi pada 2019. Aturan itu menghukum subversi, kolusi dengan pasukan asing, dan terorisme dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.