Senin 06 Feb 2023 22:00 WIB

IPK Indonesia Merosot, Kejagung Berdalih Fokus Mereka Juga ke Pengembalian Kerugian Negara

Kejagung menyebutkan belakangan mengungkap kasus-kasus besar korupsi.

Rep: Bambang Noroyono, Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Jaksa Agung Muda Pidana Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. Febri menyebut, fokus Kejagung selain melakukan penindakan kasus korupsi juga mengembalikan kerugian negara. (ilustrasi)
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Pidana Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. Febri menyebut, fokus Kejagung selain melakukan penindakan kasus korupsi juga mengembalikan kerugian negara. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tak memengaruhi kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam melakukan proses penegakan hukum, dan pemberantasan praktik korupsi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan penindakan yang masif dan upaya penjeraan sudah dilakukan maksimal oleh tim penyidikannya untuk memperbaiki citra penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.

Bukan cuma fokus pada pemidanaan dan juga penjeraan secara hukum, tetapi, dikatakan Febrie, tim penyidikannya juga selalu fokus pada pengembalian kerugian negara. Pun juga terkait kerugian perekonomian negara.

Baca Juga

“Kita sudah banyak melakukan penindakan, yang sifatnya mengganggu program-program pemerintah, yang merugikan negara, dan juga perekonomian negara,” ujar Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, di Jakarta, Senin (6/2/2023). 

Febrie memberikan sejumlah contoh penanganan kasus tindak pidana korupsi, yang berhasil dilakukan. Seperti dalam penyelesaian kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun.

Kasus korupsi PT Asuran Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang merugikan negara Rp 22,78 triliun. Juga kasus korupsi jumbo lainnya terkait, terkait pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) yang merugikan perekonomian negara Rp 10,96 triliun. 

Pun juga terkait dengan korupsi terkait penguasaan lahan yang dilakukan oleh PT Duta Palma yang merugikan perekonomian negara setotal Rp 86,53 triliun. Menurut Febrie, hasil kerja penanganan korupsi perkara-perkara tersebut semestinya dapat menjadi acuan bagi arah maju penindakan, dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Dan ke depan, kita di Jampidsus, terus akan melakukan lagi, atas kasus-kasus korupsi lainnya, yang saat ini juga masih dalam penanganan,” ujar Febrie.

IPK Indonesia kembali terseok ke posisi bawah. Publikasi hasil skoring dari Transparancy International Indonesia 2022 menempatkan Indonesia ke posisi 110 dengan skor IPK di angka 34 poin.

Penilaian tersebut lebih jelek dari 2021, yang menempatkan posisi Indonesia di peringkat ke-96 dengan skoring IPK di angka 38. Penilaian IPK tersebut terjelek dalam lima tahun terakhir. Dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995 silam.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, penurunan skor IPK Indonesia pada 2022 bukanlah semata kesalahan pihaknya. Namun, penilaian IPK itu menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, penilaian IPK itu mencakup berbagai aspek yang dipengaruhi banyak variabel. Di antaranya, capaian kinerja dari berbagai institusi, termasuk KPK, serta aspek situasi politik, ekonomi maupun sosial masyarakat.

"Ini yang kemudian harus dipahami bersama, pengaruh-pengaruh dari penilaian mengenai IPK sehingga tentu pencapaian dari skor IPK dimaksud menjadi tanggung jawab sekaligus peran bersama, seluruh kita semua masyarakat elemen bangsa ini," kata Ali di Jakarta, Jumat (3/2/2023).

 

photo
Tren Pemberantasan Korupsi Memburuk - (infografis republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement