REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan yang kuat dan menakutkan dalam hal penindakan. Namun saat ini, ia melihat adanya upaya penindakan yang tajam ke lawan dan lembek ke kawan.
Hal itu juga yang diingatkan kepada lembaga pimpinan Firli Bahuri tersebut jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Sebab, saat ini ada kesan bahwa KPK juga dijadikan alat untuk menetapkan status tersangka kepada seseorang.
"Isu beredar tentang Direktur Penuntutan KPK yang konon dia minta resign, apa betul? Ini bisa salah, bisa tidak. Oleh karena itu, Pak Ketua jelaskan ini supaya tidak ada spekulasi di pubik. Apa sebabnya soal perbedaan pandangan dan sikap soal rencana menersangkakan seseorang," ujar Benny dalam rapat kerja dengan KPK, Kamis (9/2/2023).
Pendapat yang menyebut KPK sebagai alat politik untuk mentersangkakan seseorang harus dapat dibantah oleh Firli. Sebab, ia berkaca pada Anies Baswedan yang bersinggungan dengan kasus Formula E.
"Maksud saya tadi, kalau Pemilu ditunda, ini persoalan politik tadi, misal Anies Formula E, kan akibat ini. Jadi tersangka apa tidak ini kan akibat pemilu dalam waktu dekat. Coba pemilu 2027 mungkin tidak ada isu ini," ujar Benny.
"Maka kita butuh penjelasan resmi dari Pak Ketua pimpinan KPK supaya tidak ada spekulasi di tengah-tengah masyarakat yang sangat kontraproduktif dengan agenda kita bersama untuk memberantas korupsi ini," sambung wakil ketua umum Partai Demokrat itu.
Di samping itu, ia meminta adanya sistem operasional prosedur (SOP) dari KPK dalam hal penanganan perkara. Terutama yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan di tingkat pimpinan komisi antirasuah itu.
"Poin saya sekali lagi, kita menghormati itu adalah kewenangan KPK dan kita mendukung penuh itu. Hanya saja supaya tidak ada kesan ada hal-hal yang subjektif sifatnya, mungkin yang tadi saya sampaikan perlu dijelaskan secara terbuka dalam forum ini, tentang mekanisme dan prosesnya," ujar Benny.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung adanya dugaan rasuah. "Saya pastikan proses penyelidikan akan terus berlanjut sampai ditemukan titik terang apakah itu perkara pidana atau sebatas pelanggaran administrasi atau mungkin perdata. Ini masih kami lanjutkan," kata Alex.
Sejauh ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi yang berkaitan dengan kasus dugaan rasuah dalam pelaksanaan Formula E di Jakarta. Salah satu saksi tersebut adalah mantan gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, pada 7 September 2023.
Kemudian, KPK juga sudah memeriksa beberapa tokoh lainnya, yakni mantan sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (sesmenpora) Gatot S Dewa Broto pada Kamis (16/6/2022). Dia diklarifikasi mengenai pengelolaan anggaran untuk penyelenggaraan Formula E.
Selain itu, KPK juga sudah dua kali memeriksa keterangan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. KPK juga telah memeriksa Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Anggara Wicitra Sastroamidjojo hingga mantan wakil menteri luar negeri Dino Patti Djalal. KPK pun telah memanggil Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) DKI Jakarta untuk dimintai keterangan.
Di tengah proses hukum itu, beredar kabar bahwa KPK akan menaikkan kasus itu ke penyidikan tanpa tersangka. Salah satu yang menyampaikan hal itu adalah mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto. Dalam akun Youtube pribadinya, Bambang menyebut kasus itu akan dinaikkan ke tahap penyidikan tanpa adanya tersangka.