Sabtu 11 Feb 2023 05:35 WIB

PBB Sebut Ancaman ISIS Masih Tinggi

Kelompok ISIS dan pendukungnya masih melakukan ekspansi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Gerakan ISIS (ilustrasi)
Foto: VOA
Gerakan ISIS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut di tengah kondisi global saat ini, ancaman yang ditimbulkan oleh ekstremis Negara Islam (ISIS) masih tetap tinggi dan telah meningkat di dalam dan sekitar zona konfliknya.

Menurut Kepala kontra-terorisme PBB, kelompok ISIS dan pendukungnya masih melakukan ekspansi, dan ini sangat mengkhawatirkan, khususnya di wilayah tengah, selatan Afrika, dan wilayah Sahel (wilayah yang di bawah gurun Sahara, dari Senegal, Mauritania hingga Sudan), Kamis (92/2/2023).

Wakil Sekretaris Jenderal Vladimir Voronkov mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa kelompok tersebut, yang juga dikenal dengan akronim bahasa Arabnya Daesh, terus menggunakan internet, media sosial, video game, dan platform game untuk memperluas jangkauan propagandanya untuk meradikalisasi dan merekrut pendukung baru.

“Penggunaan teknologi baru dan berkembang oleh Daesh juga tetap menjadi perhatian utama,” katanya, menunjuk pada penggunaan drone yang terus berlanjut untuk pengawasan dan pengintaian serta aset virtual untuk mengumpulkan uang.

Voronkov mengatakan tingkat ancaman yang tinggi yang ditimbulkan oleh ISIS/Daesh dan afiliasinya, termasuk ekspansi berkelanjutan mereka di beberapa bagian Afrika. Ia menggarisbawahi perlunya pendekatan yang lebih beragam untuk merespons – tidak hanya berfokus pada keamanan tetapi juga pada langkah-langkah pencegahan termasuk mencegah konflik.

ISIS mendeklarasikan kekhalifahan sendiri di kawasan besar wilayah di Suriah dan Irak yang direbutnya pada 2014. Kelompok ekstremis itu secara resmi dinyatakan kalah di Irak pada 2017 setelah pertempuran berdarah selama tiga tahun yang menewaskan puluhan ribu orang. kota-kota hancur, tetapi sel-sel tidurnya tetap ada di kedua negara.

Menurut laporan Human Rights Watch yang dirilis pada Desember 2022, di perkirakan sekitar 65.600 tersangka anggota ISIS dan keluarga mereka – baik warga Suriah maupun warga negara asing – masih ditahan di kamp dan penjara di timur laut Suriah yang dijalankan oleh kelompok Kurdi, sekutu AS.

Voronkov mengatakan kecepatan repatriasi atau mengembalikan orang sesuai warga negaranya, masih terlalu lambat dan anak-anak terus menanggung beban bencana ini. Pada saat yang sama, katanya, “pejuang teroris asing” yang bergabung dengan kelompok ekstremis tidak terbatas pada Irak dan Suriah dan “bergerak di antara medan konflik yang berbeda.”

Voronkov, yang mengepalai Kantor Penanggulangan Terorisme PBB, mengatakan “pejuang teroris asing dengan pengalaman medan perang pindah ke rumah mereka atau ke negara ketiga semakin menambah ancaman” dari Daesh.

Weixiong Chen, penjabat kepala direktorat eksekutif Komite Kontra-Terorisme Dewan Keamanan, mengatakan kepada anggotanya bahwa kegagalan untuk memulangkan warga negara asing dari kamp memberi Daesh kesempatan berkelanjutan. Kesempatan tersebut mampu untuk merekrut dari kamp dan penjara dan memfasilitasi radikalisasi kekerasan dan penyebaran terorisme.

Dia mengatakan ancaman dari Daesh “menghadirkan ancaman yang kompleks, berkembang dan abadi baik di zona konflik maupun non-konflik.”

Chen menunjuk pada eksploitasi berkelanjutan Daesh atas “kerapuhan lokal dan ketegangan antarkomunal” khususnya di Irak, Suriah, dan sebagian Afrika serta perluasan afiliasinya terutama di beberapa bagian Afrika tengah, selatan, dan barat.

Dia juga mengutip perolehan pendapatan dan penggalangan dana Daesh melalui berbagai cara “termasuk pemerasan, penjarahan, penyelundupan, perpajakan, meminta sumbangan dan penculikan untuk tebusan” serta penggunaan media sosial dan platform game. Cara dominan ISIS untuk memindahkan uang terus menjadi jaringan transfer tunai informal dan layanan uang seluler yang tidak terdaftar, katanya.

Akses Daesh ke senjata konvensional dan inovasi nya, “termasuk komponen sistem pesawat tak berawak dan teknologi informasi dan komunikasi terus berkontribusi pada ancaman teroris,” kata Chen.

Ia menunjuk pada penggunaan senjata inovasi dan improvisasi pembuatan senjata, pencurian, atau diperdagangkan secara ilegal untuk meluncurkan serangan mematikan terhadap jangkauan internet di sebuah negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement