REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, literasi keuangan di Tanah Air masih relatif rendah. Kini baru sekitar 49,68 persen.
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Adi Budiarso menyebutkan, literasi sektor pasar modal bahkan masih di bawah literasi sektor perbankan. Literasi masyarakat terhadap asuransi dan dana pensiun pun masih rendah.
"Masih banyak masyarakat yang tidak sadar pentingnya menabung. Mereka juga tidak sadar pentingnya perlindungan di hari tua," ujarnya dalam seminar B-Universe Economic Outlook 2023 yang dipantau secara virtual, Selasa (14/2/2023).
Ia menyebutkan, tabungan masyarakat di berbagai instrumen seperti bank, pasar modal, asuransi, dan dana pensiun baru sekitar tujuh persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu lebih rendah dari tabungan di Malaysia yang menembus 60 persen dari PDB.
Menurutnya, tabungan masyarakat di dalam negeri harus diperbesar. "Itu kekuatan asuransi dan pensiun kita untuk mendorong penguatan sektor keuangan yang solid dan berkelanjutan guna menciptakan kesejahteraan, perlindungan, penciptaan lapangan kerja, dan pembiayaan yang berkelanjutan," tutur dia.
Literasi keuangan yang sebesar 49,68 persen atau berjarak dengan inklusi keuangan yang sebesar 85,10 persen juga perlu ditingkatkan hingga mencapai 90 persen pada 2045. Adi mengatakan, penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke depannya dapat meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Kini, pemerintah tengah menyiapkan beragam aturan turunan dari UU tersebut. Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyebutkan, otoritas berencana menerbitkan 224 Peraturan OJK (POJK), sebagai turunan dari UU P2SK.
"Jadi, memang di UU P2SK itu ada cukup banyak kewenangan-kewenangan tambahan dan juga pengaturan baru yang harus dilakukan. Singkatnya, dari hasil identifikasi ada 224 POJK harus dibuat dan 43 peraturan pemerintah," ujar Mirza.