Sabtu 18 Feb 2023 12:27 WIB
Inspira

Memberi Walau Membutuhkan

Selama seseorang memiliki kepekaan, maka dia akan sangat mudah untuk tersentuh.

Erik Hadi Saputra
Foto: dokpri
Erik Hadi Saputra

Oleh : Erik Hadi Saputra*

REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, jika ada orang yang mampu lalu memberikan hadiah untuk Anda sebagai rasa senang dan kebiasaannya berbagi, maka itu menjadi sesuatu yang sangat wajar. Namun jika ada orang yang sebenarnya masih membutuhkan (tidak memiliki kemampuan berlebih) namun justru bersemangat untuk memberi itu menjadi sesuatu yang sangat berarti. 

Orang yang suka melakukan kebaikan itu memang dalam keadaan lapang dia memberi dan keadaan sempit pun dia memberi. Pada saat kita sedang memiliki keuangan yang lapang, tentu sangat mudah bagi kita memberikan sebagian yang kita miliki itu untuk membantu orang lain yang sangat memerlukan bantuan. 

Selama seseorang memiliki kepekaan kepada orang lain di sekitarnya, maka dia akan sangat mudah untuk tersentuh. Walaupun masih ada juga orang yang berlebih secara finansial, namun menganggap semua hal sama. 

Baginya jika seseorang ingin mendapat lebih, ya silakan bekerja keras untuk memperolehnya. Orang diberi sesuai hasil kerjanya. Bagaimana jika seseorang yang sebenarnya masih membutuhkan, tetapi masih memikirkan orang lain yang lebih banyak lagi membutuhkan?

Pengalaman ketika anak saya, belajar kelompok dengan teman-teman sekelas yang rumahnya berdekatan. Pergantian dari rumah ke rumah setiap pekannya membuat orang tua yang ketempatan (menjadi tuan rumah) menyiapkan makanan, minuman bahkan bungkusan untuk anak-anak yang hadir. Saya melihat orang tua berusaha untuk memberikan sesuatu yang maksimal untuk anak-anak walaupun tidak semua orang tua memiliki kemampuan yang sama. Yang ada hanya rasa haru melihat ketulusan orang tua memberikan barang atau makanan dagangannya untuk dibawa anak-anak sebagai oleh-oleh.

Pembaca yang kreatif, dalam kehidupan ada orang yang berpikir tentang dirinya saja. Baginya apa yang dia lakukan adalah urusannya sendiri. Tidak ingin diganggu dan mengganggu orang lain. Tidak ingin merepotkan dan direpotkan. Jadi urusannya adalah diri sendiri. 

Kita sering juga menemukan tipe seperti ini yang hidup dalam masyarakat cenderung menutup diri. Tidak begitu melibatkan diri dalam kegiatan apa pun. Mungkin waktunya sudah habis dengan kegiatan profesional dan bisnis. Biasanya jika ada pertemuan warga yang hadir adalah asisten rumah tangganya. 

Tipe kedua, orang yang waktunya memang untuk masyarakat. Kecenderungannya adalah seseorang yang telah purna tugas. Pengabdian untuk institusi telah usai dan saatnya berkontribusi untuk masyarakat. Aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. 

Seseorang ini sangat senang berbagi kegiatan personalnya di rumah dan warung khususnya yang berkaitan ngopi dan makanan. Semakin diperkuat dengan foto dan stiker "Wayahe Ngopi" hehe. Komunikasi santai penuh canda dalam grup medsos semakin meriah dengan banyaknya respons dan "tebaran" stiker dari para member. Apalagi jika dalam member itu banyak yang satu frekuensi, yaitu sesama pensiunan. 

Suatu ketika saya ditawari mengisi agenda pembekalan pegawai yang akan masuk masa purna tugas. Panitia menyampaikan permintaan peserta agar saya tidak menyampaikan materi yang berkaitan wirausaha. Padahal umumnya, banyak yang meminta materi kewirausahaan untuk pegawai prapurna bakti. Namun calon peserta ini justru tidak mau jika materinya tentang "bagaimana cara membuka usaha?, atau usaha apa yang pantas dilakukan menjelang pensiun?". 

Saya menanyakan alasan permintaan materi itu, dan panitia mengatakan peserta sudah tidakk mau pusing dengan banyak kasus teman-temannya yang tertipu dan sudah tidak punya tenaga untuk mengurusi bisnis. Saatnya lebih meluangkan waktu untuk keluarga dan masyarakat. 

Saya pun tersenyum sambil di dalam hati mengatakan selamat bergabung dalam grup "Wayahe Ngopi" atau grup sejenis seperti "Teng-Teng", "Angkringan" atau "Arisan", hehe.  Dan satu lagi siapkan mental untuk dicalonkan sebagai ketua RT. 

Tipe ketiga adalah orang yang bisa menyeimbangkan waktunya untuk dunia profesional dan bisnis yang dia geluti, serta waktu untuk keluarga, sosial dan keagamaan di tempat atau wilayah tinggalnya. Baginya hidup tidak hanya urusan karier semata. Hidup juga untuk bermasyarakat, semangat sosial, dan memperkuat nilai-nilai spritualitas yang semakin baik. Sehat dan teruslah terinspirasi.

 

*) Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan  Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement