REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sanksi keuangan terhadap Rusia telah mencekik keuntungan berbagai bank di negara itu. Sanksi tersebut juga menghancurkan banyak operasi internasional pemberi pinjaman.
Hanya saja, satu tahun setelah Moskow mengirim pasukannya ke Ukraina, pengaruh sanksi itu bagi rata-rata orang Rusia, dinilai tidak banyak. "Tidak ada yang berubah sama sekali bagi saya," ujar seorang sopir taksi di kota Yekaterinburg, Ural, bernama Vyacheslav Fatikhovich, seperti dilansir Reuters, Sabtu (18/2/2023).
Satu-satunya pengaruh, kata dia, pelanggan kini membayar lebih sedikit dengan kartu. Kebanyakan lebih sering membayar dengan uang tunai. Otoritas moneter Rusia berhasil mencegah pelarian skala penuh di bank-banknya lewat kontrol modal, dan pasokan rubel tetap berlimpah. Antrean panjang di ATM selama awal musim semi untuk mendapatkan uang tunai sekarang sudah menjadi masa lalu.
Hanya saja, bagi mereka yang bepergian ke luar negeri, ingin memindahkan uang ke sana atau memegang mata uang asing atau sekuritas, hidup menjadi lebih rumit. Kerumitan terjadi setelah bank-bank besar Rusia secara efektif di-boot dari jaringan pembayaran global SWIFT.
Mereka yang memiliki akun mata uang asing diizinkan menarik uang hanya 10 ribu dolar AS jika uang itu masuk ke akun mereka sebelum pembatasan diberlakukan pada 9 Maret. Mereka yang menyetorkan mata uang keras setelah batas waktu hanya dapat menarik rubel.
Tidak ada yang bisa menebak berapa banyak mata uang keras yang tersangkut di luar sistem perbankan. Itu karena beberapa orang bergegas membuang rubel dan mengambil simpanan mata uang keras mereka, karena takut pembatasan yang membayangi akan memotongnya sama sekali.
Seorang pekerja ritel, yang meminta tidak disebutkan namanya mengatakan, ingatan tentang perebutan uang tunai membuatnya sampai hari ini memastikan dia memiliki banyak uang tunai. "Saya menghabiskan berjam-jam di mobil saya mengemudi di antara bank-bank di mana orang-orang menarik tidak hanya dolar, tetapi juga rubel," jelas dia.
Penangguhan operasi Rusia oleh Visa (VN) dan Mastercard (MA.N) juga berarti kartu mereka yang dikeluarkan di sana berhenti berfungsi di luar negeri. Seorang pengusaha berusia 45 tahun bernama Danil Usikov, yang berbasis di Belarusia dan berada di sana ketika kartu Rusia berhenti bekerja, mengaku memiliki cukup uang agar tidak panik.
"Tapi masalahnya harus diselesaikan dan saya terbang ke Moskow, membuka kartu Mir, kembali ke Belarusia dan kemudian dapat membayar semuanya," jelas dia. Hanya saj, Mir yang berarti dunia atau perdamaian dalam bahasa Rusia, menghadapi angin sakal di luar negeri, dengan beberapa negara sahabat yang tidak memberikan sanksi kepada Rusia seperti Turki yang membatasi akses.
Mantan jurnalis Andrey mengatakan China UnionPay merupakan garis hidupnya. "Saya dengan cepat membuka tiga kartu UnionPay di berbagai bank Rusia. "Selain itu, saya pergi ke Kazakhstan untuk mendapatkan MasterCard di sana, yang terbukti sangat berharga dalam satu tahun terakhir," katanya yang sekarang bekerja di luar Rusia.
Banyak orang Rusia yang pindah ke luar negeri karena khawatir akan pembalasan atas pandangan politik mereka atau takut dipanggil untuk berperang dalam konflik. Mereka juga harus mencari cara mendapatkan uang dari Rusia.
Sementara beberapa bank masih dapat mengakses SWIFT dan memproses transfer lintas batas, komisi dan biaya naik, mendorong orang ke alternatif, seperti mata uang kripto. Misalnya, pengguna Binance, bursa crypto terbesar di dunia, dapat mentransfer rubel melalui stablecoin Tether yang dipatok ke dolar AS.
Cara lain untuk mendapatkan uang tunai dari Rusia lebih menantang. Seorang profesional jasa keuangan, yang meninggalkan Moskow segera setelah konflik dimulai dan meminta anonimitas, meminta seorang teman menarik jutaan rubel dari rekening Rusianya dan bertemu dengan seorang pria di Moskow.
Transaksi, berdasarkan kepercayaan sepenuhnya, selesai tiga jam. Kemudian ketika seorang wanita tiba di kamar hotelnya di Dubai dengan membawa sekitar 50 ribu dolar AS dalam kantong kertas KFC.
Ribuan orang Rusia yang berbondong-bondong ke Dubai menemukan, meski itu merupakan tujuan yang ramah, membuka rekening bank sama sekali tidak mudah, terutama tanpa ID Emirat. “Bisa saja, tapi proses verifikasi memakan waktu satu hingga tiga bulan, dan hasilnya tidak selalu bisa diprediksi,” kata pengguna Telegram, Inna, di saluran untuk orang Rusia bernama 'Hi Dubai' tentang pembukaan akun tanpa ID lokal.
Alasannya karena Barat melarang transaksi dengan bank sentral Rusia dan membekukan sekitar 300 miliar dolar AS aset luar negerinya membatasi kemampuannya untuk mempertahankan rubel, individu juga terpengaruh oleh pembatasan. Lebih dari 5 juta investor ritel di Rusia memiliki lebih dari 320 miliar rubel atau 4,28 miliar dolar AS dalam kepemilikan saham asing yang dibekukan sebagai akibatnya, bank sentral memperkirakan.
"Kami kehilangan aset kami setelah 24 Februari 2022. Hingga hari ini aset dibekukan dan tetap demikian," kata investor Svetlana.
Investor lain yakni Yulia Zykova berkata, baik bank sentral, maupun broker tidak melakukan apa pun bagi kepentingan investor Rusia. Bank of Russia mengatakan sedang bekerja membuka blokir aset investor ritel, namun, bagi kebanyakan orang Rusia, seperti Fatikhovich, sang sopir taksi, kekhawatiran seperti itu asing.
"Saya pergi berlibur ke rumah ibu saya di pedesaan, bukan ke luar negeri. Tentu saja saya pernah melihat dolar, tetapi saya tidak pernah memegangnya," tutur dia.