Kamis 23 Feb 2023 06:06 WIB

Pakar: Perubahan Sistem di Tengah Tahapan Pemilu Langgar UUD 1945

Pakar sebut perubahan sistem di tengah tahapan pemilu akan melanggar UUD 1945.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Pemilu. Pakar sebut perubahan sistem di tengah tahapan pemilu akan melanggar UUD 1945.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Pemilu. Pakar sebut perubahan sistem di tengah tahapan pemilu akan melanggar UUD 1945.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti gugatan uji materi atas sistem pemilihan legislatif (Pileg) proporsional terbuka, yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Feri menyatakan, apabila MK memutuskan mengganti sistem pileg menjadi proporsional tertutup, maka hal itu melanggar UUD 1945. 

Feri mengatakan, pengubahan sistem pemilu itu bertentangan dengan Pasal 28 D UUD 1945. Ayat 1 pada pasal tersebut berbunyi: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum." 

Baca Juga

Dia menjelaskan, pasal tersebut bicara soal kepastian hukum. Apabila sistem pileg diubah sekarang saat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan, tentu akan muncul ketidakpastian hukum karena semua pihak, mulai dari penyelenggara, kontestan, hingga pemilih harus mendapatkan sosialisasi terkait sistem baru. 

"Tidak akan bisa menegakkan kepastian hukum jika kemudian terjadi perubahan sistem pemilu di tengah jalan," ujar Feri dalam Forum Diskusi Denpasar 12, dipantau dari Jakarta, Rabu (22/2/2023). 

Di sisi lain, imbuh Feri, konsistensi penggunaan sebuah sistem pemilu harus dijaga. Indonesia telah menerapkan sistem pileg proporsional daftar calon terbuka secara sejak Pemilu 2009.

“Keajekan (konsistensi) sistem itu penting, sehingga tetap digunakan. Paling penting dalam keajekan itu, penyelenggara paham sistemnya, peserta paham sistemnya, pemilih tahu sistemnya,” kata Feri. 

"Walaupun memiliki kelemahan, orang lebih mengerti sistem proporsional terbuka dibandingkan sistem baru, yang tentu saja akan menimbulkan kegaduhan baru di tengah waktu kita menjelang pemilu," imbuhnya. 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. 

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019. 

Sistem proporsional terbuka ini sebenarnya bakal digunakan kembali dalam Pemilu 2024. Namun, enam warga negara perseorangan pada akhir tahun 2022 lalu mengajukan gugatan uji materi atas Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Para penggugat, yang salah satunya merupakan kader PDIP, meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. MK kini tengah memproses gugatan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement