REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan, Cina telah mengambil pelajaran dari konflik Rusia-Ukraina. Pelajaran yang dimaksud adalah, jika Beijing hendak menyerang Taipei, harus dilakukan dengan cepat dan berhasil.
"Perang Rusia-Ukraina telah membawa pelajaran besar bagi mereka (militer Cina). Mereka pasti akan mencari kecepatan," kata Chiu kepada awak media di parlemen Taiwan, Jumat (24/2/2023).
Kendati demikian, dia menegaskan, kalaupun Cina merencanakan serangan kilat, mereka bakal menghadapi kesulitan. Sebab pasukan Cina harus menyeberangi Selat Taiwan jika hendak menguasai Taipei. “Mereka masih harus mengatasi ini. Itu tidak akan secepat satu atau dua pekan,” ujar Chiu.
Chiu pun menegaskan, Taiwan tidak akan gentar menghadapi militer Cina. “Saya sudah mengatakannya sebelumnya, segera setelah senjata berbunyi, kami akan terus berjuang sampai akhir. Tapi kami benar-benar tidak akan memprovokasi,” ucapnya.
Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang meminta negara-negara tertentu agar tidak menyamakan atau menyejajarkan posisi Taiwan dengan Ukraina. Qin menyatakan, negaranya sangat mengkhawatirkan eskalasi konflik di negara bekas Uni Soviet tersebut.
“Cina sangat khawatir dengan eskalasi konflik Ukraina dan kemungkinannya lepas kendali. Kami mendesak negara-negara tertentu untuk segera berhenti mengobarkan api, berhenti menyalahkan Cina dan berhenti menggembar-gemborkan 'Ukraina hari ini, Taiwan besok’," ujar Qin dalam sambutannya saat melancarkan “Prakarsa Keamanan Global” Presiden Cina Xi Jinping yang baru, Selasa (21/2/2023) lalu, dilaporkan Bloomberg.
Dalam beberapa hari terakhir, Cina mengintensifkan upayanya menarik perbedaan antara Taiwan dan Ukraina. Pada saat bersamaan, Beijing pun menolak klaim Amerika Serikat (AS) yang menyebut mereka mempertimbangkan untuk memasok persenjataan ke Rusia guna mendukung perangnya di Ukraina.