REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan angka stunting di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sebesar 20,5 persen. Angka tersebut mengalami penurunan sebanyak 0,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 21,6 persen.
Kota Tomohon menjadi wilayah dengan angka stunting terendah di Provinsi Sulut di angka 13,7 persen. Sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur menjadi wilayah yang angka stunting tertinggi sebesar 30 persen.
Menurut Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sam Sachrul Mamonto, kendala yang dihadapi jajarannya dalam mengatasi stunting adalah masih kurangnya partisipasi keluarga yang memiliki balita dalam memantau pertumbuhannya di posyandu. Selain itu, tenaga kesehatan, seperti dokter spesialis anak, kandungan, dan gizi juga masih dibutuhkan untuk melaksanakan intervensi spesifik maupun sensitif.
"Kami berharap pemerintah pusat dapat ikut menekan angka stunting ini melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia serta dukungan anggaran terhadap program-program pembangunan infrastruktur dasar yang meliputi pembangunan sanitasi layak, air minum, dan akses jalan," ucapnya di acara 'Roadshow Dialog Stunting dan Kemiskinan Ekstrem' secara daring dipantau di Jakarta pada Jumat (17/3).
Saat ini Provinsi Sulut memiliki beberapa program untuk pengentasan stunting. Di antaranya mengukuhkan Komandan Korem 131/Santiago, Brigjen Mukhlis sebagai Bapak Asuh Anak Stunting hingga membentuk Duta Generasi Berencana (Genre) bagi remaja berprestasi untuk mengkampanyekan Gerakan Stop Perkawinan Anak. Pembentukan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) guna mengedukasi masyarakat tentang pemenuhan gizi seimbang dan pola asuh anak dalam keluarga.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sulut, Steve Kepel berharap dengan adanya roadshow, dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi para stakeholders di 'Bumi Nyiur Melambai' untuk semakin berperan di bidang pembangunan manusia. "Mengingat, kualitas dan kompetensi sumber daya manusia menjadi aspek penting dalam memacu pembangunan," ucapnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menekankan pentingnya konvergensi program dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan angka stunting.
"Gunakan data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) untuk mempertajam sasaran program. Pemerintah Daerah dapat melakukan sinergisitas program yang melibatkan berbagai unsur masyarakat serta memperluas program kemitraan dalam menghapus kemiskinan esktrem ini," ucap Muhadjir.
Dia menuturkan, tingkat kemiskinan ekstrem di Provinsi Sulut mengalami penurunan dari tahun 2021 sebesar 1,87 persen menjadi 1,03 persen pada 2022. Hal tersebut menunjukan geliat dan capaian positif dalam menjalankan program Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan pada selang waktu satu tahun terakhir.
Namun, masih terdapat wilayah yang angka kemiskinan ekstremnya di atas rata-rata nasional. Seperti di Kabupaten Minahasa Tenggara sebesar 3,01 persen dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan 2,53 persen. Muhadjir pun meminta konvergensi program sebagai pendekatan penyampaian intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi.
"Karena stunting dan kemiskinan ekstrem ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrem anak-anaknya juga terkena stunting, maka dari itu kita ingin memberantas keduanya," ucap mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut.