Kamis 30 Mar 2023 15:10 WIB

MK Tolak Gugatan Syarat Ambang Batas Pencalonan Presiden yang Diajukan PKN

MK menilai PKN tak punya kedudukan hukum soal hak usung capres.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Pemilu. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Pemilu. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima pengujian aturan mengenai pengusungan calon presiden (Capres) yang diajukan oleh Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). MK memutuskan PKN tak punya kedudukan hukum dalam perkara Nomor 16/PUU-XXI/2023 itu.

PKN semula mengujikan Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan, “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”. PKN meyakini pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Baca Juga

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjelaskan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas minimum perolehan suara sebagai syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang mengikuti pemilu sebelumnya dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres. Sedangkan PKN merupakan partai politik yang belum pernah mengikuti Pemilu.

"Hal tersebut tidak berarti menghalangi hak konstitusional Pemohon sebagai partai politik baru untuk turut serta mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu yang akan datang. Sebab Pemohon tetap dapat menggabungkan diri dengan partai politik atau gabungan partai politik lain yang telah memenuhi syarat ambang batas dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden," kata Wahiduddin dalam Sidang Pengucapan Putusan di Ruang Sidang Pleno MK, pada Kamis (30/3/2023).

Atas dasar itu, MK menyatakan permohonan PKN tidak dapat diterima karena ketentuan dalam Pasal 222 UU Pemilu tidak dapat diberlakukan bagi Pemohon. "Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan konklusi permohonan perkara.

Namun, Wakil Ketua MK Saldi Isra berpendapat berbeda perihal kedudukan hukum PKN dalam mengajukan permohonan. Menurutnya, PKN merupakan pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap proses dan tata cara pengusulan pencalonan presiden dan wakil presiden.

Hal ini berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 518 Tahun 2022 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Partai Politik Lokal Aceh Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/ Kota Tahun 2024.

"Secara konstitusional tidak terdapat cukup alasan untuk menyatakan Pemohon tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Artinya, sebagai partai politik peserta Pemilihan Umum 2024, tidak ada keraguan bagi Pemohon untuk mengajukan penilaian terhadap inkonstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017," ujar Saldi.

Sebelumnya, PKN memersoalkan adanya diskriminasi terhadap partai politik pengusul pasangan presiden dan wakil presiden. Pemohon mengatakan, sebaiknya kepesertaan partai politik (parpol) dalam pemilu setiap periode harus dibaca berbeda meski mayoritas pesertanya sama.

PKN meyakini setiap periode pemilu parpol harus kembali mendaftar, baik parpol peserta pemilu sebelumnya maupun peserta pemilu yang baru atau menganut stelsel daftar aktif. Dengan demikian, jika suatu parpol tidak mendaftar, maka parpol yang bersangkutan tidak bisa mengikuti pemilu selanjutnya meski pada masa ini memiliki wakil di parlemen nasional.

PKN juga menyoal putusan pemilu serentak dimana Pemilu Legislatif dan Pilpres bersamaan dengan perhitungan berbasiskan data pemilih yang berbeda untuk pelaksanaan satu periode Pemilu. Untuk persyaratan mendaftar pencalonan calon Presiden dan Wakil Presiden menggunakan basis Pemilih yang lama, namun untuk pemilihannya menggunakan basis pemilih yang baru.

PKN memandang dampak keserentakan mestinya dikembalikan kepada esensi dan substansi dari Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada parpol peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa persyaratan tambahan apapun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement