REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump belum memberikan banyak informasi tentang kesehatannya selama bertahun-tahun dalam sorotan publik. Namun, kondisi kesehatannya sudah diteliti oleh sejumlah pakar di seluruh dunia.
Selama empat tahun menjabat, Trump sempat meremehkan Covid-19. Pada Oktober 2020, editorial New England Journal of Medicine bahkan secara khusus mengutuk Trump dan pemerintahannya atas respons mereka terhadap pandemi Covid-19.
Baru kali ini, tim editorial meminta ada kepala negara dicopot. Dalam editorial yang ditandatangani oleh lebih dari tiga puluh editor, New England Journal of Medicine mengatakan bahwa pemerintahan Trump telah merespons krisis pandemi Covid-19 dengan mengubahnya menjadi tragedi.
Di tahun yang sama, Trump terkena Covid-19 bersama istrinya, Melania. Dengan usia dan kelebihan berat badannya, Trump berisiko mengalami komplikasi Covid-19.
Kala itu, Trump menjadi salah satu dari deretan pemimpin dunia yang terkena Covid-19 pada awal pandemi. Dia dirawat sempat di Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed lalu kembali ke Gedung Putih secara kontroversial dalam hitungan hari.
"Saya merasa sangat baik," kata dia melalui akun Twitter-nya.
Meskipun membuat klaim tentang kesembuhannya, kondisi Trump mungkin lebih parah daripada yang diakuinya di depan publik pada saat itu. Dokter Gedung Putih Sean Conley mengakui bahwa Trump mengalami demam tinggi dan kadar oksigen yang kurang optimal.
Trump juga dirawat dengan Remdesivir, obat yang dikenal dapat membantu pasien pulih dari virus. Empat orang yang mengetahui kondisi presiden, belakangan melaporkan pada 2021 Trump ternyata mengalami masalah paru-paru terkait pneumonia akibat infeksinya.
Saat menyelesaikan masa kepresidenannya, Trump terus menekankan kesehatannya yang sempurna. Kembali pada 2016, salah satu mantan dokter Trump bahkan menyatakan Trump mungkin adalah individu paling sehat yang pernah terpilih sebagai presiden.