REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Kebijakan Publik yang juga Dosen Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Riant Nugroho, mengatakan, stunting merupakan permasalahan kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan peran pengawasan obat dan makanan. Sebab, stunting dipengaruhi faktor asupan makanan dan obat.
"Kalau apa yang masuk ke tubuh jelek, maka hasilnya juga jelek," kata Riant Nugroho dalam Dialog Terbuka 'Inovasi Kebijakan dalam Menghadapi Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan' yang diselenggarakan Fakultas Farmasi Unjani, diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Ia mengatakan, kondisi stunting seseorang ditentukan sejak masih berupa janin di dalam kandungan. Asupan suplemen yang diperoleh janin mempengaruhi tumbuh kembang, pun ketika sudah dilahirkan dan tumbuh, asupan makanan juga vaksin kemudian mengambil peran penting.
Ia pun memaparkan data yang menunjukkan bahwa 54 persen tenaga kerja di Indonesia mengalami stunting sejak masih anak-anak. Selain itu, orang Indonesia meninggal lebih cepat enam tahun dibandingkan orang China, Malaysia, Thailand, dan Vietnam karena faktor stunting.
"SDM yang 'lewat' begitu saja ini tentu menjadi kerugian bagi bangsa. Bagaimana Indonesia mau mengejar pertumbuhan ekonomi dunia jika SDM-nya banyak yang mengalami stuntingdan meninggal di usia produktifnya," ujar Riant.
Atas dasar itu, ia menilai pentingnya dilakukan penguatan peran BPOM selaku perpanjangan tangan pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan. Opini yang sama juga disampaikan Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan Kemenko PMK Agus Suprapto yang didaulat sebagai salah satu penanggap.
"Penguatan bidang pengawasan obat dan makanan menjadi keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan dan supaya ini eksis, dibutuhkan legalitas yang harus didukung negara agar keberadaannya benar-benar kuat dan peranannya makin nyata dalam menjaga siklus kehidupan masyarakat yang produktif dan berkualitas," katanya.
Hanya saja, peran pengawasan perlu dibagi dengan faktor lain, seperti masyarakat atau organisasi. Sebab, BPOM sebagai sebuah badan tidak bisa punya kuasa yang sangat penuh.
"Sebab obat dan makanan mencakup seluruh siklus kehidupan manusia dan ada juga dinamika industri yang ikut terlibat di dalamnya," katanya.
"Makanan dan obat ini penting diawasi, sehingga harus pandai-pandai juga menyampaikan literasi edukasinya kepada masyarakat sebagai pengawas utama yang ada paling depan, paling menentukan, dan memiliki pengalaman yang luar biasa dalam hal ini," tambahnya.
Agus menegaskan bahwa apa pun undang-undang atau peraturannya, integritas dan independensi yang berbasis evidence based dan keilmuan tertentu sangatlah penting. "Tidak boleh ada kepentingan yang memakan sumber daya orang lain, karena obat dan makanan ini tinggi unsur kemanusiaannya," ujarnya.