Senin 17 Apr 2023 17:21 WIB

Eks Wali Kota Cimahi Ajay Tulis Curhatan, Mengaku Jadi Korban Pemerasan Penyidik KPK

Ajay merasa putusan majelis hakim tak adil dan mencederai keadilan masyarakat.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus raharjo
Ajay M Priatna terdakwa kasus suap terhadap penyidik KPK Robin Pattuju tengah mendengarkan vonis hukuman penjara yang dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (10/4/2023). Ia divonis empat tahun penjara. Foto M Fauzi Ridwan
Foto: Republika/ M Fauzi Ridwan
Ajay M Priatna terdakwa kasus suap terhadap penyidik KPK Robin Pattuju tengah mendengarkan vonis hukuman penjara yang dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (10/4/2023). Ia divonis empat tahun penjara. Foto M Fauzi Ridwan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Mantan wali Kota Cimahi periode 2017-2022 Ajay M Priatna curhat merasa dizalimi dalam perkara kasus suap kepada penyidik KPK Robin Pattuju sebesar Rp 507 juta dan menerima gratifikasi dari para kepala dinas sebesar Rp 250 juta. Ia divonis majelis hakim hukuman empat tahun penjara.

Curhat Ajay M Priatna dituangkannya di sebuah tulisan yang ditulis saat berada di Rutan Kebonwaru, Kota Bandung, Sabtu (15/4/2023) lalu. Ia yang dituntut delapan tahun hukuman penjara merasa tuntutan tersebut seperti dendam.

Baca Juga

"Suatu tuntutan yang di luar akal sehat dan hati nurani. Suatu tuntutan yang mendepankan rasa dendam dari rasa penegakan hukum dan keadilan," ujarnya seperti dikutip dari tulisan yang dilihat Senin (17/4/2023).

Ia mengaku menjadi korban penipuan dan pemerasan dari penyidik KPK Robin Pattuju. Sekaligus mempertanyakan alasan penunjukkan Tito Jaelani sebagai jaksa penuntut umum yang juga jaksa pada kasusnya yang lain.

"Dalam tuntutannya tidak melihat fakta persidangan. Sama sekali mengabaikan persidangan karena fakta persidangan dengan saksi Robin sudah mengatakan dia hanya akal-akalan mencari uang dan menipu saya," katanya.

Ajay mengaku heran tuntutan perkaranya besar dibandingkan perkara kasus lainnnya. Ia pun tidak memerintahkan untuk mengumpulkan uang sehingga heran dari mana menerima gratifikasi. "Saya tidak menikmati uangnya untuk kepentingan pribadi," katanya.

Selain itu putusan majelis hakim yang memvonis 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta dan pencabutan politik dua tahun. Ia merasa tidak adil dan mencederai keadilan di masyarakat.

"Putusan terkesan dipaksakan mau membebaskan saya takut karena berhadapan dengan KPK. Akhirnya dicari pertimbangan supaya tetap menghukum saya," katanya.

Ia percaya putusan yang tidak adil dan zalim ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Ia pun merasa dihakimi bukan untuk mengadili.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement